Harta Seni Tiongkok yang Hilang Akhirnya Kembali, Koleksi Lukisan dan Kaligrafi Langka Dipamerkan di Shanghai Museum

Harta Seni Tiongkok yang Hilang Akhirnya Kembali, Koleksi Lukisan dan Kaligrafi Langka Dipamerkan di Shanghai Museum

Lukisan gulung karya seniman dari Dinasti Ming (1368-1644) yang tidak diketahui identitasnya, dipamerkan dalam Shanghai Museum.-Shanghai Museum-China Daily

HARIAN DISWAY - Setelah berabad-abad lamanya, sejumlah harta seni Tiongkok yang sempat tersebar di luar negeri akhirnya kembali ke tanah air.

Shanghai Museum kini menjadi saksi kembalinya karya-karya bersejarah tersebut. Yakni melalui pameran bertajuk “Pearls Returned Home: Painting and Calligraphy from the Collection of Liangtuxuan by the Ching Banlee Family”, berlangsung hingga 19 April 2026.

Pameran itu menampilkan koleksi langka lukisan tinta dan karya kaligrafi Tiongkok. Karya-karya itu dikumpulkan oleh Ching Banlee (1899–1965), seorang pengusaha asal Filipina keturunan Tionghoa.

Selain sebagai pengusaha, Ching sekaligus pengagum sejati budaya Tiongkok. Selama hidupnya, ia mendedikasikan waktu dan hartanya untuk mengumpulkan ratusan karya seni berharga.

BACA JUGA:Bagua Zhang, Filosofi Seni Bela Diri dari Tiongkok yang Mengalir Seperti Naga

BACA JUGA:Ragam Perayaan Festival Pertengahan Musim Gugur di Asia

Koleksi-koleksinya mencerminkan perjalanan panjang sejarah estetika Tiongkok. Dari masa Dinasti Song hingga periode modern.

Perjalanan Seorang Kolektor Sejati

Kisah Ching sebagai kolektor dimulai dari pengalaman pribadi yang menggugah. Pada 1936, ia melakukan perjalanan malam ke Gerbang Shanhaiguan di Provinsi Hebei.

Anda sudah tahu, itu merupakan lokasi bersejarah yang dikenal dengan papan bertuliskan “The First Pass Under Heaven”, karya kaligrafer ternama Yan Song (1480–1567).


Lukisan dan karya kaligrafi dari koleksi Liangtuxuan yang disumbangkan oleh keluarga Ching Banlee.-Ye Chenliang-China Daily

Namun, rasa kagumnya berubah menjadi duka ketika ia mengetahui bahwa papan batu bersejarah itu telah dijarah. Lalu dibawa ke Jepang pada masa perang.

BACA JUGA:Legenda di Balik Festival Pertengahan Musim Gugur dan Kue Bulan

BACA JUGA:Teater Gapus Gelar Bedah Buku Kitab Syair Diancuk Jaran bersama Silampukau, Menelusuri Kota Surabaya ala Indra Tjahjadi

“Bahkan batu prasasti pun dijarah. Bisa dibayangkan berapa banyak lagi peninggalan budaya dan harta nasional yang hilang,” keluh Ching, seperti dikutip oleh sejarawan Chang Chi-yun (1901-1985).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: china daily