Bagi kami, bandara dalam negara bukan hanya insiden administratif. Namun, itu juga simbol dari pertanyaan yang lebih besar. Yakni, apakah negara masih mengendalikan titik-titik strategisnya?
Kami akan mengusulkan tiga rekomendasi penting.
Pertama, audit kedaulatan untuk infrastruktur strategis. Negara perlu melakukan audit menyeluruh terhadap semua infrastruktur strategis. Mulai bandara, pelabuhan, smelter, kawasan industri, hingga jalur logistik tertutup. Bukan audit perizinan, melainkan audit sovereignty compliance.
Kedua, reformasi pengawasan terintegrasi. Pengawasan transportasi dan mobilitas pekerja harus menjadi sistem satu pintu. Tanpa fragmentasi. Juga, tanpa celah abu-abu.
Ketiga, penguatan kapasitas negara. Negara harus memiliki keberanian dan kemampuan untuk menjadi regulator yang tidak bisa dinegosiasi. Di sektor strategis, negara tidak boleh sopan berlebihan.
SAAT NEGARA TERLAMBAT
Kita boleh membangun jalan, jembatan, dan bandara megah. Nmaun, semua itu tidak ada artinya jika negara tidak hadir mengawasi dan mengendalikan. Kedaulatan bukanlah bangunan fisik. Kedaulatan adalah prinsip, kehadiran, dan kontrol.
Kasus bandara yang tidak berada dalam pengawasan penuh negara adalah peringatan keras. Sebuah alarm bahwa negara harus segera membesarkan dirinya kembali, bukan dalam retorika, tetapi dalam regulasi, pengawasan, dan keberanian bertindak. (*)
*) Ulul Albab adalah ketua ICMI Orwil Jawa Timur.