Imam Mahfudzi dan Fokus Tiga Jurus
Imam Mahfudzi adalah nakhoda MCCC. Lembaga Ad Hoc di bawah naungan Pimpinan Daerah Muhammadiyah SIdoarjo. Mereka fokus pada tiga aktivitas penanganan. Yaitu pemulasaraan jenazah, mobilisasi pasien, serta penyemprotan disinfektan di rumah-rumah penduduk.
LULUSAN Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel tersebut menceritakan, walau berpusat di Sidoarjo, mobilisasi MCCC mencakup sampai luar kota.
“Pengukuhan saya sebagai ketua awalnya juga karena keadaan. Ketua MCCC sebelumnya beserta sekretaris meninggal dunia karena Corona. Kejadiannya begitu cepat sampai-sampai kita kebingungan memilih pengganti. Apalagi tidak bisa berkoordinasi langsung. Di sisi lain, kasus positif meningkat tajam di sekitar saya. Gemes untuk bergerak demi membantu mereka,” kata Imam.
Kekacauan sempat mengelilinginya. Ada anjuran untuk tidak ke rumah sakit kalau kondisi pasien belum benar-benar parah. Kalaupun sudah di RS, harus mengantre dulu hingga mendapatkan penanganan. Banyak pula ditemui pasien isolasi mandiri (isoman) yang kondisinya sudah memburuk tapi memilih berdiam diri. Padahal keselamatannya bisa ditanggulangi kalau mendapat perawatan dengan cepat.
Dalam kondisi itu, seorang kerabat Imam dikabarkan meninggal karena Covid-19. Jenazah berpulang sesudah magrib. Akan tetapi, baru bisa dimakamkan siang keesokan hari. Pihak keluarga sampai kebingungan mencari mobil pengantar. Semua mobil sedang bertugas. Bulatlah tekad Imam untuk membuat sebuah regu berisi relawan yang siap sedia.
Melalui grup WhatsApp, Imam berinisiatif membuat pungutan suara. Menjaring anggota Muhammadiyah yang bersedia menjadi relawan. Tugasnya membantu masyarakat yang terdampak, baik kesehatan, sosial, maupun ekonomi. Dari sana tiba-tiba muncul omongan untuk menjadikan Imam sebagai ketua pengganti.
Bantuan lalu datang dari dr Tjatur Prijambodo, dokter yang bertugas di RSA Siti Fatimah Tulangan. Ia bersedia mengadakan pembelajaran yang dibutuhkan relawan. Mulai teknis pembungkusan jenazah, prosedur perlindungan pemulasara, sampai bersih diri pasca bertugas.
Ada 15 relawan yang ikut pelatihan pada 9 Juli 2021 tersebut. Delapan di antaranya masih awam betul dengan materi. Imam dibantu dr Tjatur harus memastikan mereka benar-benar paham supaya keselamatan relawan tetap terjamin.
MCCC bergerak sama sekali tanpa modal atau inventaris kendaraan. Tidak punya ambulans juga. Akan tetapi, kabar pembentukan tim penanganan khusus itu menyebar dengan cepat dalam sehari.
Pihak pertama yang menghubungi Imam adalah Lembaga Amil Zakat Muhammadiyah (Lazismu) Pasuruan. Mereka mendapatkan informasi dari Masyhud SM S.Th.I, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sidoarjo. Ia menyebarkan via grup WhatsApp bahwa regu MCCC telah menjalani latihan penanganan.
“Sekitar sebulan lebih kami beroperasi, total telah melakukan 70 layanan. Mobilisasi pasien kami lakukan 30 kali. Pemulasaraan jenazah Covid-19 sebanyak 12 kali. Serta 28 kali melaksanakan penyemprotan cairan disinfektan ke rumah penyintas. Juga lingkungan sekitar serta tempat ibadah,” ujar Imam.
Salah satu tindakan MCCC adalah penjemputan jenazah sampai menguburkan. Katanya, mereka sampai mengalami kisah yang cukup seram. Yakni yang terjadi pada Iqbal Darmawangsa dan Ghiffari Amrul pada 30 Juli.
“Iqbal dan Ghiffari meluncur ke sebuah kos-kosan di Buduran mengendarai mobil jenazah. Berseragam lengkap. Membawa perlengkapan medis dan keranda. Saat tiba di lokasi, banyak orang ada di sana tapi tidak ada yang berani masuk. Jenazah ternyata laki-laki berumur 60 tahun yang sudah meninggal tiga hari,” ceritanya.
Saat mereka masuk, kondisi mayat sudah menghitam. Badannya bengkak. Aromanya tidak sedap. Sudah muncul nanah di beberapa anggota tubuh. Proses memasukkan jenazah ke kantong mayat menjadi sulit. Selain faktor bau menyengat, jenazah berada di lantai tanpa alas apa pun. Hanya sarung dan kaos menempel di badan. Badan juga tidak bisa dipegang karena sudah melepuh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: