Sepak Bola Jadi Korban Politik

Sepak Bola Jadi Korban Politik

Ketua Umum PSSI Erick Thohir dan Wakil Ketua Umum PSSI Zainuddin Amali di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, 13 Maret 2023.-FOTO: MOCH SAHIROL-HARIAN DISWAY-

JAKARTA, HARIAN DIWAY - Ini sesungguhnya berita politik. Bukan berita olahraga. Nuansa politiknya sangat kental. Apalagi terjadi menjelang tahun politik, 2024. Batalnya drawing Piala Dunia U-20 menjadi drama baru setelah ribut-ribut soal penolakan kedatangan timnas U-20 Israel yang menjadi salah satu peserta.

Presiden Jokowi dalam posisi sulit. Partainya, PDIP, menolak kedatangan Israel. Sebagai petugas partai tentu ia harus menuruti aspirasi itu. Tapi bila Indonesia menolak Israel. FIFA pasti marah besar. Bukan karena FIFA sayang kepada Israel, tapi karena negara itu memang lolos menjadi peserta Piala Dunia U-20. Bagi FIFA, semua peserta harus diterima dan dijamin keamanannya.

Sebaliknya, bila Jokowi melalui Erick Thohir ingin merayu FIFA agar Piala Dunia U-20 tetap di Indonesia, harus memberikan karpet merah bagi timnas U-20 Israel. Itu artinya Jokowi tidak menjalankan tugasnya sebagai petugas partai dengan baik. 

Pengamat sepak bola yang juga koordinator Save Our Soccer Akmal Marhali mengatakan, kemungkinan besar Indonesia di-banned oleh FIFA. "Ini menggambarkan betapa sejatinya FIFA tidak bisa diintervensi oleh politisi dan negara," ujar Akmal saat dihubungi Harian Disway, Minggu, 26 Maret 2023. 

BACA JUGA:Rayu FIFA Lagi Agar Piala Dunia U-20 Tidak Batal

Ancaman itu tertuang dalam Aturan Permainan 2021-2022 yang dirilis oleh International Football Association Board (IFAB) pasal 4 Ayat 5. Menyebutkan aturan soal atribut politik yang tidak boleh masuk dalam pertandingan FIFA. Atribut di sini termasuk pernyataan politik. 

"Untuk pelanggaran apa pun, pemain dan/atau tim akan diberi sanksi oleh penyelenggara kompetisi, asosiasi sepak bola nasional, atau FIFA," bunyi pasal tersebut.

Artinya, lanjut Akmal, ketika Indonesia sudah berkomitmen sebagai penyelenggara Piala Dunia U-20, segala konsekuensi yang harus dilaksanakan tidak bisa ditawar. Apabila aturan itu dilanggar, FIFA akan memberi sanksi berat.

Akmal menyayangkan sikap politik Gubernur Bali I Wayan Koster dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. "Saya kira ini cuma politiknya PDIP. Ganjar ini digadang sebagai capres, dan takut kesalip capres lain," cletuknya.

Maka persoalan ini harus menjadi peringatan keras bagi para politisi. Terutama yang sedang memanfaatkan Piala Dunia U-20 sebagai panggung untuk mencari simpati publik. Sebab, apabila Indonesia batal sebagai tuan rumah justru akan membuat nama Indonesia tercoreng di mata dunia.

"Bahwa Indonesia akan dianggap sebagai negara yang tidak aman dan tidak bisa dipercaya lagi buat event besar. Mereka juga gak akan mau tanggung jawab," tandas anggota TGIPF Tragedi Kanjuruhan itu. Kemungkinan buruk itu sangat bisa terjadi. Apalagi selama ini FIFA memang selalu punya ketegasan terhadap aturan.


Presiden FIFA Gianni Infantino dan Erick Thohir saat Kongres ke-73 FIFA di Kigali, Rwanda, 16 Maret 2023.-FOTO: DOKUMENTASI PSSI-

Sebagaimana yang terjadi di ajang Piala Dunia Qatar 2022. Yakni soal ban kapten pelangi sebagai simbol LGBT yang dikenakan oleh timnas tujuh negara. FIFA melarangnya dengan keras. Dan akhirnya, tujuh negara itu pun patuh aturan.

Bagi Akmal, keputusan FIFA membatalkan drawing itu bukan main-main. Pasti ada pertimbangan kuat. Setidaknya, atas pengamatan intelijen mereka. "Seperti saat saya bekerja dengan FIFA membongkar mafia bola dulu. Jelas interpol mereka kuat," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: