5 Alasan Redenominasi Rupiah, Rp1.000 Jadi Rp.1, Ditarget Rampung 2027
Ilustasi: Negara yang berhasil dan gagal dalam menerapkan redenominasi mata uang.--Canva
BACA JUGA:Rupiah Terancam Tembus Rp17.000 pada Oktober 2025, Ekonom: Ini Titik Kritis
Situasi tersebut kemudian memantik advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Ia menilai, terlalu banyak angka nol kerap memicu kekeliruan saat transaksi.
“Melalui permohonan ini, pemohon berniat untuk memantik kembali upaya kebijakan redenominasi tersebut benar-benar dieksekusi,” kata Zico dalam permohonannya yang teregistrasi di MK dengan Nomor 23/PUU-XXIII/2025.
Namun, MK menolak gugatan tersebut. Wakil Ketua MK Saldi Isra mengungkapkan bahwa ia belum sepenuhnya yakin dengan argumentasi terkait legal standing dalam perkara tersebut.
Menurut Saldi, perlu adanya penjelasan yang lebih akurat mengenai bentuk kerugian tersebut, setidaknya kerugian potensial yang mungkin timbul apabila nilai uang tidak mengalami pengurangan atau penghilangan tiga angka nol.
“Saya terus terang belum bisa teryakinkan dengan argumentasi legal standing itu... harus dicarikan argumentasi yang kuat untuk menjelaskan kerugian, setidak-tidaknya kerugian potensial selama kalau uang itu tidak dikurangi atau dihilangkan nolnya tiga,” ujarnya dalam sidang April 2025.
BACA JUGA:Rupiah Melemah ke Rp16.634, Tekanan Datang dari Kebijakan Pemerintah dan Penguatan Dolar AS
BACA JUGA:Mata Uang Asia Kompak Melemah, Rupiah Tembus Rp16.560 per Dolar AS
Menimbulkan Penyakit Mata
Dalam permohonannya ke MK, Zico juga menyinggung dampak fisik akibat banyaknya digit nol dalam rupiah. Ia mengaku mengalami ketegangan mata (digital eye strain) karena sering menghitung nominal besar.
“Sangat mudah untuk menghitung dan bertransaksi dengan mata uang dolar Singapura tersebut. Berbeda hal dengan mata uang rupiah dengan denominasi yang besar kerap kali menyulitkan,” tulis Zico dalam berkas permohonan.
Meski begitu, dalih tersebut tak mampu meyakinkan hakim MK untuk melanjutkan sidang ke tahap berikutnya.
Rupiah Kehilangan Martabatnya
Banyaknya angka nol juga dinilai mengikis kredibilitas rupiah. Dalam Jurnal Indonesian Treasury Review (2017) disebutkan, nilai rupiah yang tinggi secara nominal membuatnya terlihat setara dengan mata uang negara berkembang seperti Vietnam atau Laos, meskipun kondisi perekonomian Indonesia jauh lebih baik.
“Kondisi fundamental ekonomi Indonesia sebenarnya lebih baik dibandingkan Vietnam, Laos, dan Myanmar, namun dalam hal denominasi, rupiah dipersepsikan setara dengan ketiga negara tersebut,” tulis jurnal itu.
BACA JUGA:Mau Liburan Murah Ke Luar Negeri? Ini 5 Negara dengan Nilai Tukar Rupiah yang Tinggi
BACA JUGA:Strategi BNI untuk Menjaga Kinerja di Era Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: