Tidak Benar Kiai As’ad Mufaraqah dan Gus Dur Ganti Salam, Tanggapan atas Tulisan Dhimam Abror Djuraid
ILUSTRASI Tidak Benar Kiai As’ad Mufaraqah dan Gus Dur Ganti Salam, Tanggapan atas Tulisan Dhimam Abror Djuraid.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Jawaban Kiai As’ad mengejutkan. ”Mana saya berani berhadapan dengan Gus Dur. Saya begitu melihat wajah Gus Dur, yang tampak justru wajah hadratussyaikh,” ujar Kiai As’ad seperti ditirukan Kiai Muchit Muzadi.
Yang dimaksud hadratussyaikh adalah kakek Gus Dur, Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari. Hadratussyaikh adalah pendiri Pesantren Tebuireng dan pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Beliau pejuang kemerdekaan RI yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 1964 oleh Presiden Soekarno.
Saya juga pernah sowan ke KH Khotib Umar. Beliau pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum di Sumberwringin, Sukowono, Jember. Beliau adalah tokoh NU karismatik. Beliau ulama besar yang pernah duduk di Mustasyar PBNU.
Kiai Khotib Umar gusar ketika mendapat informasi bahwa Kiai As’ad mufaraqah dari Gus Dur. Beliau langsung sowan ke Kiai As’ad.
Apa tanggapan Kiai As’ad? ”Kiai Asa’d mengatakan, beliau mendapat informasi bahwa Presiden Soeharto akan membunuh Gus Dur,” ujar Kiai Khotib Umar.
Memang Gus Dur mulai kritis terhadap penguasa Orde Baru. Karena itu, Kiai As’ad melakukan manuver agar Soeharto membatalkan niatnya. Artinya, menurut Kiai Khotib Umar, tidak benar Kiai As’ad mufaraqah dari Gus Dur.
Dari penjelasan tiga kiai itu, sangat gamblang bahwa ”Kiai As’ad tidak mufaraqah dari Gus Dur”. Dan, informasi itu valid alias ”mutawatir” – meminjam istilah ilmu periwayatan hadis. Karena dikenal memiliki integritas dan muruah tinggi, tiga ulama besar itu mustahil bersepakat untuk berdusta.
Satu fakta lagi, Kiai As’ad tak pernah mengajak warga NU mufaraqah. Itu berarti Kiai As’ad memang melakukan manuver untuk menyelamatkan Gus Dur –seperti diungkap Kiai Muchit dan Kiai Khotib Umar.
Kedua, benarkah Gus Dur mau mengganti assalamualaikum dengan selamat pagi seperti ditulis Pak Abror?
Perlu saya jelaskan kronologinya. Berita itu berasal dari majalah Amanah Jakarta. Kebetulan, saat itu saya wartawan majalah Amanah untuk Jawa Timur. Jadi, tahu apa sebenarnya yang terjadi.
Namur, agar jelas dan gamblang, kita simak tulisan sastrawan Ahmad Tohari yang saat itu redaktur majalah Amanah. Artikel Ahmad Tohari itu berjudul Kulo Ndherek Gus.
Dalam artikelnya, novelis kondang tersebut menceritakan awal mula dimuatnya berita tentang ucapan Gus Dur itu di majalah Amanah. Berikut kutipannya:
Adalah Edy Yurmaedi almarhum. Suatu siang, pada 1987, wartawan majalah Amanah itu bergegas masuk ke ruang redaksi di Jalan Kramat VI, Jakarta. Dengan wajah gembira, dia meminta beberapa redaktur, di antaranya saya, mendengar laporannya.
Dia baru selesai mewawancarai Gus Dur. Topik wawancaranya adalah pluralitas internal umat Islam Indonesia.
Rekaman wawancara pun diputar. Intinya, Gus Dur mengatakan, kemajemukan di dalam masyarakat muslim di Indonesia sudah menjadi kenyataan sejak berabad lalu. Namun, ujar Gus Dur, kemajemukan itu harus tetap terikat di dalam ukhuwah islamiyyah atau persaudaraan Islam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: