Tidak Benar Kiai As’ad Mufaraqah dan Gus Dur Ganti Salam, Tanggapan atas Tulisan Dhimam Abror Djuraid
ILUSTRASI Tidak Benar Kiai As’ad Mufaraqah dan Gus Dur Ganti Salam, Tanggapan atas Tulisan Dhimam Abror Djuraid.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Gus Dur tidak suka terhadap istilah Islam KTP atau Islam abangan. Bagi Gus Dur, semua orang yang sudah bersyahadat dan berkelakuan baik, ya muslim. Mereka yang bertamu masih memberikan salam dengan ucapan ”kulo nuwun”, ”punteun”, atau selamat pagi, ya muslim karena syahadatnya.
”Kalau begitu Gus, ucapan assalamualaikum bisa diganti dengan selamat pagi?,” tanya Edy Yurmaedi.
”Ya, bagaimana kalau petani atau orang-orang lugu itu bisanya bilang ”kulo nuwun”, ”punteun”, atau selamat pagi. Mereka kan belum terbiasa mengucapkan kalimat dalam bahasa Arab kayak kamu.”
”Begitulah petikan wawancara Gus Dur bersama Edy Yumaedi. Melihat cerita itu, sudah jelas Gus Dur tidak pernah menyatakan secara langsung bahwa ucapan salam (assalamualaikum) bisa diganti dengan selamat pagi,” tulis Ahmad Tohari.
Meski demikian, Gus Dur sempat ”diadili” 200 kiai di Pesantren Darut Tauhid, Cirebon, pada 8-9 Maret 1989. Para kiai itu melakukan tabayun kepada Gus Dur. Terutama terkait pernyataan Gus Dur yang kontroversial, termasuk assalamualaikum tersebut.
Dalam acara itu, Gus Dur menjelaskan tentang posisi salam. Menurut Gus Dur, secara budaya –dalam pergaulan sehari-hari– assalamualaikum boleh saja diganti ”selamat pagi”. Artinya, ketika bertemu orang, kita boleh mengucapkan selamat pagi. Tak harus assalamualaikum. Apalagi, bagi mereka yang tak bisa melafalkan bahasa Arab. Toh, hukum salam sunah, bukan wajib.
Namun, kata Gus Dur, jangan lupa ada dua hal syariat terkait salam. Pertama, orang mengucapkan salam tidak wajib. Tapi, menjawab salam itu wajib (dalam konteks perorangan).
Kedua, secara syariat, assalamualaikum itu tak terpisahkan dari salat. Menurut Gus Dur, tak sah salatnya jika orang tidak mengakhiri dengan assalamualaikum, apalagi diganti selamat pagi.
Ratusan kiai yang semula gusar karena termakan provokasi informasi liar akhirnya lega setelah mendengarkan penjelasan Gus Dur.
(Untuk lebih lengkapnya jawaban Gus Dur itu bisa dibaca dalam buku berjudul Gus Dur Diadili Kiai-Kiai: Sebuah Dialog Mencari Kejelasan. Penulis: Abdurrahman Wahid. Editor (Penyunting): KH Imron Hamzah, Drs. Chairul Anam).
Namun, kelompok Islam garis keras dan Islam formalis memanfaatkan momentum itu sebagai amunisi untuk menghujat Gus Dur.
Bahkan, mimbar khotbah Jumat yang seharusnya menjadi mimbar edukasi sakral atau mengajak jamaah untuk meningkatkan takwa kepada Allah justru dijadikan panggung untuk melampiaskan kebencian kepada Gus Dur. Istilah sekarang, mem-framing Gus Dur secara jahat.
Yang menarik, Edy Yurnaedi mengaku datang ke Gus Dur untuk minta maaf. Ia merasa bersalah. Namun, Gus Dur malah santai saja. Gus Dur tak marah meski majalah Amanah telah memelintir pernyataannya.
”Gus Dur bilang, biarin aja Ed,” kata Edy. Wallahua’lam bisshawab. (*)

*) M. Mas’ud Adnan adalah alumnus Pesantren Tebuireng dan Pascasarjana Unair, sekarang wartawan HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.-Dok. Pribadi-
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: