PANDEMI dan berbagai pembatasan sosial berdampak signifikan pada perekonomian. Dampak multiplier-nya adalah penurunan pendapatan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Pajak dan retribusi daerah turun drastis.
APBD pun terancam defisit cukup besar. Jika pemerintah pusat bisa menutup defisit dengan utang, tidak dengan pemerintah daerah (pemda).
Bagaimana mengatasinya? Tidak ada cara lain kecuali dengan mengurangi belanja dan menekan biaya-biaya. Melakukan efisiensi besar-besaran. Salah satu yang signifikan dan mudah dilakukan adalah mengurangi anggaran perjalanan dinas (perdin).
Berdasar data di Kementerian Dalam Negeri, anggaran perjalanan dinas pemda di seluruh Indonesia cukup fantastis. Baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. Nilainya pada 2021 ini mencapai Rp 38,1 triliun. Anggaran perdin 33 provinsi Rp 9,4 triliun dan pemerintah kabupaten/kota mencapai 28,7 triliun.
Efisiensi dari perjalanan dinas cukup beralasan. Pertama, dalam situasi pandemi, banyak dilakukan pembatasan. Untuk menjaga agar persebaran virus korona tidak masif, pemerintah pun melaksanakan work from home (WFH). Otomatis tidak ada pertemuan-pertemuan di kantor sehingga perjalanan dinas tidak bisa dilaksanakan.
Kedua, pandemi telah melahirkan berbagai inovasi dan budaya baru. Untuk sesuatu yang memungkinkan tidak dilakukan pertemuan langsung, ada alternatif penggunaan pertemuan secara daring (online). Banyak platform yang bisa digunakan seperti Zoom, Google Meet, dan lainnya yang bisa diakses dengan biaya yang relatif murah. Dengan begitu, koordinasi, rapat-rapat, bahkan studi banding bisa dilakukan secara daring.
Ketiga, banyak perjalanan dinas yang sebenarnya tidak perlu. Artinya, banyak perjalanan dinas yang ”diada-adakan”. Sekadar untuk menyerap anggaran atau agar pejabat bisa jalan-jalan ke luar kota dan menerima uang saku. Artinya, banyak perjalanan dinas yang tidak ada gunanya.
Adakah? Banyak. Saya sendiri sering diundang pemerintah daerah atau kementerian untuk rapat, koordinasi, atau studi banding yang menurut saya tidak serius. Sebab, meski pada jadwal tertulis tiga hari, efektifnya hanya sehari. Bahkan, kadang sudah selesai di hari pertama dengan satu acara atau bahkan tidak ada acara resminya.
Pernah suatu ketika diundang kementerian tertentu di Malang untuk rapat evaluasi tiga hari, Jumat–Minggu. Begitu sampai, saya langsung disodori form untuk memilih trip ke tujuan mana: Bromo, Batu, atau dalam kota di Malang.
Saya pun memilih ke Bromo dan berangkat malam. Besoknya balik ke Malang dan menginap hingga Minggu pagi. Selesai. Padahal, yang diundang dari seluruh Indonesia yang semua dibiayai. Yang dari Papua saja, tiketnya Rp 16 juta. Begitu juga yang dari Aceh, harus transit Medan, Jakarta, dan Surabaya.
Selain frekuensi perjalanan dinas, efisiensi perlu dilakukan dengan mengurangi volume atau pejabat yang melakukan perjalanan dinas. Jika bisa dilakukan satu orang saja, tak perlu ada pendamping dua-tiga orang untuk menyiapkan berbagai keperluan perjalanan dinas. Itu biasa terjadi jika yang melakukan perjalanan dinas adalah pejabat tertinggi di dinas tertentu. Jika memang perlu ada yang menyiapkan keperluan dalam perjalanan dinas, semestinya cukup satu orang.
Efisiensi lainnya bisa dilakukan terhadap penggunaan kertas, tinta, dan alat tulis kantor (ATK) lainnya. Teknologi sudah memungkinkan untuk paperless. Tanpa kertas untuk berbagai dokumen. Jika mau melakukan, efisiensi dari belanja ATK itu saja luar biasa. Tahun 2021 ini saja, belanja kertas oleh pemda mencapai Rp 811,3 miliar. Bahkan, belanja toner –tinta printer– mencapai Rp 567 miliar.
Efisiensi juga perlu dilakukan dengan mengurangi program yang tidak mendesak atau program yang tumpang-tindih. Sebab, banyak pemda yang membuat program yang sebenarnya tidak penting dilaksanakan atau tumpang-tindih dengan program lain.
Kadang di lokasi tertentu, ada program pemberdayaan pemkab setempat, tetapi juga ada program yang sama dari pemprov dan kementerian. Musrenbang semestinya bisa menghindarkan dari masalah seperti itu.
Melakukan efisiensi bagi pemda tentu tidak mudah. Sebab, mindset aparatur sipil negara (ASN) selama ini adalah bagaimana menjalankan kegiatan atau program sesuai anggaran yang tersedia. Bahkan, serapan anggaran merupakan bagian penting dari kinerja. Sebab, penyerapan menggambarkan output dari program kerja. Karena itu, semua berusaha menyerap anggaran yang sudah disetujui. Kalau perlu, setiap anggaran yang tersedia harus habis.