Perkawinan besar Pelindo I, II, III, dan IV tinggal menunggu waktu. Mereka akan dimerger dengan nama Pelindo Persero pada 1 Oktober nanti. Universitas Airlangga (Unair) mengupas peluang dan tantangan pasca merger itu dengan Pelindo III kemarin (15/9).
---
Tanggal pernikahan Pelindo sudah ditentukan. Tidak ada kata mundur. Rektor Universitas Airlangga (Unair) Prof Mohammad Nasih mengatakan, merger adalah bagian dari strategi. Dengan merger persaingan bisa dengan mudah dimenangkan. Dengan merger pasar jauh lebih besar.
Total aset Pelindo bakal menjadi Rp 112 triliun. Pendapatan gabungan per tahun menjadi Rp 28,33 triliun per tahun. Akumulasi bongkar muat kontainer menjadi 16,1 juta Twenty-foot Equivalent Unit (TEU).
Merger itu membuat Pelindo masuk jajaran 10 besar operator pelabuhan internasional terbesar di Dunia (lihat grafis). ”Tentu market share kita jadi dominan,” lanjut Guru Besar Ekonomi Unair itu.
(Grafis: Nathania Christanto)Ia menyebut beberapa contoh merger yang sukses. Di dalam negeri ada Bank Mandiri dan Bank Permata. Sementara dalam skala internasional ada Shell dan BG Group. Juga Carter dan Warner Cable.
Tapi, ada juga contoh merger yang gagal. Misalnya aQuantive dengan Microsoft pada atau Hewlett-Packard (HP) dan Autonomy. Merger mereka tidak berhasil karena karakter perusahaan yang dikawinkan berbeda.
Nasih melihat Pelindo punya potensi berhasil lebih besar ketimbang HP atau Microsoft. Sebab, perusahaan yang digabung berada dalam satu kepemilikan. ”Budaya perusahaan kurang lebih sama,” jelas pria asal Lamongan itu.
Menurutnya, salah satu masalah paling rumit nantinya adalah Sumber Daya Manusia (SDM). Akan ada banyak posisi yang hilang saat terjadi restrukturisasi perusahaan. Perubahan juga terjadi pada anak dan cucu perusahaan.
Direktur SDM Pelindo III Edi Priyanto mengatakan, ada 6 ribu karyawan Pelindo yang terdampak merger itu. Mereka adalah kunci sukses upaya perkawinan empat perusahaan plat merah itu. “Integrasi tidak akan berhasil tanpa dukungan internal,” kata Alumnus Universitas Sebelas Maret dan Unair itu.
Dialog dengan serikat pekerja sudah dilakukan . Sosialisasi juga dilakukan hingga tingkat komisaris dan direksi anak cucu perusahaan.
Ada satu hal yang menenangkan hati mereka: Tidak ada PHK dalam proses integrasi pelabuhan se-Nusantara itu. Kesejahteraan karyawan juga tidak akan menurun.
Dalam teori, semakin besar sebuah perusahaan, maka gerakannya makin tidak lincah. Edi sadar hal tersebut. Makanya integrasi vertikal hingga ke anak cucu perusahaan akan dilakukan. Akan ada empat kluster bisnis bagi mereka. Yakni peti kemas, non peti kemas, logistic dan hinterland development, serta marine, equipment, port dan services. ”Sekarang bukan bersaing lagi. Tapi menjaga jaringan biar tidak lepas,” katanya.
SPV HC Services and HSSE Pelindo III RM. Widyaswendra mengatakan, kompetensi semua karyawan harus disamakan. Sebab kemampuan Pelindo I-IV berbeda. ”Mungkin di Pelindo III satu orang bisa kerjakan semua dari menara kontrol. Sementara di Pelindo lain masih sederhana,” katanya.
TRUK peti kemas melintas di Pelabuhan Teluk Lamong. (Foto: Eko Suswantoro-Harian Disway)Di satu sisi operator yang biasa bekerja dengan tombol dan sistem otomatis tidak akan terbiasa bekerja dengan orang yang terlalu banyak. Di lain sisi, karyawan yang terbiasa kerja manual butuh waktu untuk menguasai teknologi.