Dominasi pasien pekerja migran membuat para petugas bekerja ekstra. Para dokter, kata Fauqa, meningkatkan pemantauan kepada para pasien. Terutama yang diperhatikan adalah nilai CT. Apabila sangat rendah, maka akan dijadikan sampel untuk dikirim ke Institute Tropical Disease (ITD) Unair. Untuk dilakukan whole genome sequencing (WGS).
”Acuannya, kalau nilai CT-nya sudah di bawah 30. Kami langsung kirim sampelnya untuk diperiksa ITD untuk dilakukan WGS. Biar segera tahu itu varian baru atau bukan,” jelasnyi. Ada sekitar 5-10 persen sampel dari setiap kedatangan pasien pekerja migran yang dikirim ke ITD. Hingga kini, belum ditemukan lagi varian baru dari seluruh sampel yang pernah dikirim.
Founder Profesor Nidom Foundation Prof Chairul Anwar Nidom mengatakan, sudah ada 39 negara yang terpapar varian MU. Ia meminta agar seluruh pihak tetap waspada. Yakni disiplin penerapan protokol kesehatan harus ditingkatkan. Kendati Jatim berhasil masuk level 1. ”Kalau perlu diadakan sertifikat protokol kesehatan. Apalagi sekarang para pekerja migran banyak yang pulang. Jadi jangan hanya vaksin saja yang disertifikat,” ungkapnya.
Menurutnya, penerapan protokol kesehatan jauh lebih penting dari vaksin. Pemakaian masker jauh lebih efektif untuk mencegah virus varian apa pun. Sementara vaksin belum tentu bisa membentuk antibodi seseorang. ”Buktinya ada yang sudah di-booster tapi tetap terpapar juga. Antibodinya nol. Maka itu protokol kesehatan sangatlah penting,” jelasnya. (Mohamad Nur Khotib)