Sedangkan Muratov, sudah menjadi jurnalis di Rusia sejak beberapa tahun lalu. Lelaki 59 tahun itu membangun semangat kritis melalui Novaya Gazeta yang didirikan pada 1993. Yang menarik, koran itu berdiri karena investasi dari mantan presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev yang menerima Nobel Perdamaian pada 1990. Menurut AFP , uang yang dipakai Gorbachev sebagai salah satu investor pertama koran tersebut juga berasal dari hadiah Nobel itu.
’’Dan meski diteror dengan pembunuhan, Muratov tidak mau menggadaikan kebijakan independen korannya,’’ kata Reiss Andersen.
Menurut peringkat terbaru oleh Reporters Without Borders (RSF), situasi kebebasan pers "sulit atau sangat serius" di 73 persen dari 180 negara yang mereka evaluasi. Negara yang kondisi kebebasan persnya tergolong baik atau memuaskan hanya 27 persen.
Menurut RSF, 24 jurnalis telah terbunuh sejak awal tahun, dan 350 lainnya dipenjara.
Dari pembunuhan reporter Saudi Jamal Khashoggi pada 2018 hingga penutupan Apple Daily yang pro-demokrasi di Hong Kong awal tahun ini, upaya untuk melumpuhkan media terus menerus terjadi.
Pemberian penghargaan Nobel Perdamaian tahun ini memang bisa menjadi upaya menaikkan kembali pamor hadiah tersebut. Sebab, salah satu pemenangnya pada 2019, Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed, terlibat dalam perang yang kini berkecamuk di negaranya.
Pemenang lainnya, Aung San Suu Kyi dari Myanmar, dituduh membela pembantaian anggota minoritas Rohingya. (Doan Widhiandono)