Beras Basmati untuk Nostalgia dengan Saudi

Rabu 13-10-2021,04:00 WIB
Editor : Doan Widhiandono

Program untuk menyalakan jiwa kewirausahaan di dunia pondok pesantren (ponpes) rupanya cukup sukses. Itu terbukti dari antusiasme ponpes yang begitu tinggi. Sejak 2019 lalu, 30 ponpes ditunjuk sebagai pilot project OPOP. Lalu, berkembang lagi menjadi 200 ponpes pada 2020. Saat ini, jumlahnya hampir 400-an. Bahkan, ditarget bisa mencapai seribu ponpes pada 2023 nanti.

PONDOK Pesantren Langitan Tuban menjadi salah satu pilot proyek OPOP di Jatim sejak 2019 lalu. Ponpes yang berdiri sejak 1852 itu turut serta mengisi stan di perhelatan Jatim Fair 2021. Yang terselenggara di mal Grand City sejak 8 Oktober hingga hari ini.

Stan OPOP tak kalah unik dari yang lain. Mirip miniatur gubuk kayu tempat rehat di pedesaan. Atap jerami yang rapi itu disangga oleh kayu-kayu hijau. Lengkap dengan rak-rak kayu di bagian depan dan belakang stan. Yang terisi berbagai produk mereka. 

Dua anak muda berjaga di bagian depan. Mereka mengenakan kemeja lengan panjang. Satunya batik, satunya lagi baju takwa. Di bagian dada kirinya ada tulisan: Teyba. Ya, itu nama merek produk mereka. 

Ponpes Langitan memang memboyong berbagai produk unggulan ke Jatim Fair. Di antaranya, teh susu dengan nama Teyba Teh Halib Adny. Dua jenis kopi robusta dengan nama yang beda. Yaitu Teyba Kopi Ghodlob dan Teyba Kopi Ghodlob Halib.

Tentu saja, yang andalan adalah beras basmati mereka. Dikemas dengan berbagai varian. Ada nasi kebuli, nasi mandhi, nasi bukhori, dan nasi biryani. Harganya pun dibedakan berdasar berat kemasan. Yang 300 gram dipatok Rp 35 ribu dan yang 450 gram dipatok Rp 55 ribu.

“Empat hari ini sudah laku sekitar 150 pak,” kata Abdul Hadi. Lelaki usia 29 tahun itu sudah lama mondok di Langitan. Sejak 2010 silam. Ia ditugasi menjaga stan bersama seorang teman mondoknya, Alamul Huda.

Mereka senang bisa turut serta merayakan festival UMKM terbesar se-Jatim ini. Produknya mendapat tempat untuk promosi. Bisa dikenal oleh banyak orang. Sehingga, potensi penjualannya juga makin tinggi.

Sebab, selama ini produk-produk Teyba hanya dipasarkan secara online . Paling banyak melalui sosial media maupun marketplace . Dan hanya beberapa yang ditempatkan di toko-toko. Apalagi selama masa pandemi Covid-19 ini.

“Tapi alhamdulillah cukup laris. Banyak yang minat. Yang paling banyak ya nasi kebuli dan nasi mandhi,” jelas Hadi. Di Jatim Fair, Teyba menyediakan program reseller . Harga khusus untuk para pembeli dalam jumlah yang banyak. Minimal 100 pack . Biasanya untuk dijual lagi.

Selain itu, kata Hadi, ada juga program untuk dropshipper . Siapa saja boleh membantu untuk menjual produk. Tanpa terlebih dulu membeli dengan uangnya sendiri. “Biasanya dia cukup memesankan dari pembelinya. Nanti kami kasih harga khusus. Jadi si pembeli dihubungkan ke kita, membayar langsung ke kita,” jelasnya.

Teyba memiliki beberapa agen di berbagai daerah. Seperti Semarang, Surabaya, dan Jakarta. Siapa saja bisa menjadi agen dropshipper . Yakni dengan menghubungi agen-agen tersebut.

Teyba diproduksi sejak 2019. Ada kisah unik dibalik sejarah pembuatannya. Saat itu, Pendiri Ponpes Langitan KH Abdurrahman Faqih rindu suasana Madinah. Serta rindu segala hal seputar Madinah. Termasuk nasi mandhi khas Timur Tengah. 

Sebab, ia merupakan alumni dari salah satu sekolah di sana. Ternyata kerinduan bisa berujung inspirasi. “Akhirnya Pak Kyai muncul ide untuk bikin sendiri, jual sendiri,” ungkap lelaki yang 15 tahun mondok di Langitan itu. 

Ide awalnya, beras basmati tidak bisa ditanam sendiri. Jadi harus dikulak dari seorang agen impor. Setelah itu, ide berikutnya muncul. Bumbu-bumbu dikemas sendiri. Lalu kemasan beras basmati dan kemasan bumbu dikemas dalam satu pak.

Tags :
Kategori :

Terkait