Banteng vs Celeng

Sabtu 16-10-2021,04:00 WIB
Editor : Yusuf M. Ridho

Kader banteng Roy B.B. Janis juga membelot dan mendirikan Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) pada 2005. Namun, partai itu layu sebelum berkembang dan kemudian mati. Logo PDP lebih terlihat seperti sapi kurus yang tinggal tulang belulang, berbanding terbalik dengan sapi gemuk yang menjadi logo PDIP.

Salah seorang kader terbaik PDIP yang membelot adalah Sophan Sophiaan. Ia politikus cum aktor andal. Reputasinya bersih dan jujur. Sama dengan Eros Djarot, Sophan membelot dan mengkritik keras kepemimpinan Mega. Bedanya dengan Eros, Sophan tidak membentuk partai baru. Ia memilih mengundurkan diri.

Kuskridho Ambardi menulis disertasi dokotoral di Universitas Ohio, Amerika Serikat, dan menjadi buku Mengungkap Politik Kartel: Studi tentang Sistem Kepartaian di Indonesia Era Reformasi (2009). Diungkapkan, secara tradisional, partai-partai di Indonesia terpisah dalam dua kuadran nasionalis dan religius.

Dua aliran itu bersaing dalam pemilu untuk berebut suara. Tapi, setelah pemilu usai, dua kubu itu mencair menjadi satu dalam koalisi dan tidak terlihat lagi perbedaan ideologis di antara keduanya. Hal itu disebut Ambardi sebagai proses kartelisasi politik yang melahirkan partai pemburu rente dari kekuasaan.

Partai-partai politik tidak bisa hidup menjadi oposisi karena jauh dari rente pemerintah yang menjadi sumber pembiayaan partai. Kartelisasi politik itulah yang mengakibatkan matinya oposisi di Indonesia. Kartelisasi itu menyebabkan persaingan antarpartai justru lebih keras di antara sesama partai seideologi daripada dengan partai dengan ideologi lain, karena kepentingan untuk mempertahankan rente.

Para celeng yang membelot dari kandang banteng akan menghadapi kekuatan kartel politik itu. Sejarah menunjukkan bahwa para celeng pembelot tidak bisa bertahan hidup, kalah oleh partai induk yang menguasai kartel.

Pilpres 2004 akan makin seru oleh persaingan saling seruduk celeng melawan banteng. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait