Perjuangan Marta Firly Adetya pada ajang PON XX/2020 Papua sejatinya cukup berat. Dia berangkat ’’sendirian’’.
WAJAH Marta Firly Adetya tampak berseri kemarin. Apalagi Persaudaraan Kempo Indonesia (Perkemi) rela membuat acara penyambutan dirinya. Maklum Marta merupakan atlet Pekan Olahraga Nasional (PON)/XX Papua yang berhasil meraih medali perak pada cabang olahraga (cabor) Kempo.
Marta merupakan satu-satunya atlet yang berhasil meraih tiket ke PON XX dari Jawa Timur (Jatim). Sebab pada pra-PON, dia berhasil meraih perunggu. Sebenarnya ada 17 tiket yang diperebutkan dari Jatim. Tapi hanya Marta yang bisa merebutnya.
Ini merupakan pengalaman pertamanya di PON. Dia tidak pernah mengikuti perlombaan bergengsi itu. Bahkan dia tidak menyangka berhasil menyabet medali perak. ”Aku berangkat sendiri. Kalau Cabor lain ada temannya,” ujar perempuan asal Malang itu.
Tensi pertandingan semakin tegang saat Marta bertanding di hari pertama. Semua orang di stadion bersorak untuk lawan. Kala itu, lawannyi berasal dari Papua Barat. Tidak ada satu pun orang yang meneriakkan nama Marta. Apalagi nama daerah asalnya. Teriakan itu yang membuatnya gugup. Bahkan pada pertandingan itu ia kalah.
Marta sempat minder. Bahkan tidak berharap bisa menang pada pertandingan selanjutnya. ”Saat itu rasanya ingin pulang saja. Tidak ada harapan lagi,” ujar alumnus Universitas Muhammadiyah Malang itu.
Tapi ketika mental sedang down, sang pelatih terus memberinya semangat. Hingga ia berhasil tembus semifinal. Sayangnya rasa gugup itu kembali hadir saat semifinal. Dia harus berhadapan dengan atlet asal Aceh. Peserta tersebut sudah biasa juara. Bahkan pada PON XIX berhasil menyabet medali emas.
Teknik yang dipakai tentunya lebih baik ketimbang Marta. Oleh sebab itu, Marta mengakalinya dengan terus menyerang.
Teknik itu berhasil. Marta berhasil menaklukkan lawannya. Dia menang karena terus menyerang lawan tanpa henti. Itu merupakan poin sendiri yang dinilai para juri. Teknik itu berhasil membawanya ke final.
Pada saat final, Marta kembali bertemu lawan pertamanya. Sayangnya pada pertandingan final, dia harus kalah. Harus puas dengan perolehan medali perak.
Sang pelatih, Martha Utama, mengatakan bahwa anak didiknya sangat berbakat. Ia ditunjuk untuk melatih pada April 2020. Martha tidak menyangka muridnya bakal menyabet medali perak. Maklum lawannya cukup kuat dan berpengalaman. Sedangkan Marta baru kali ini mengikuti PON.
Bagi Martha, jadi pelatih di masa pandemi sangat susah. Tidak hanya melatih, namun harus berjibaku melawan Covid-19. Dia sempat takut anak didiknya positif Covid-19. Untungnya ketakutan itu tidak datang saat PON. Meskipun pada tahun lalu anak didiknya sempat terpapar Covid-19.
Ke depan ia akan menargetkan emas. Apalagi Marta memiliki kemampuan dan semangat pantang menyerah. ”Saya yakin Marta ke depan bisa. Toh memakai teknik serang cepat saja bisa mengalahkan peserta asal Aceh. Ke depan pasti lebih baik lagi,” ujar peraih medali emas pada PON XIV itu. (Andre Bakhtiar)