Kritik Sosial Sajama Cut Lewat Lagu Payudara (Bijaksana Beriman)

Rabu 03-11-2021,08:08 WIB
Editor : Nanang Prianto

Sajama Cut merupakan produk dari arus kedua band-band indie Indonesia yang ramai pada awal 2000-an. Terbentuk sejak 1999, band beranggotakan lima orang itu masih sibuk berkarya. Bahkan saat pandemi. Bulan lalu, mereka merilis single berjudul Payudara (Bijaksana Beriman). Tentang apa?

 

PAYUDARA (Bijaksana Beriman) dirilis pada 16 Oktober lalu. Bertepatan dengan anniversary pertama album terakhir mereka yang berjudul GODSIGMA. Payudara (Bijaksana Beriman) digarap bersamaan dengan album kelima Sajama Cut tersebut. Malah rencananya akan dimasukkan ke album itu.

Para personel memang sempat galau. Mereka sudah menyiapkan banyak materi untuk dimasukkan ke album GODSIGMA. Termasuk Payudara (Bijaksana Beriman). Namun, setelah berdiskusi panjang, lagu itu dihapus dari album. Marcell Thee dkk sepakat bertindak demikian karena takut menjadi pembicaraan negatif.

Setelah setahun terpendam, akhirnya mereka mendapatkan momentum yang tepat untuk melepas lagu itu ke publik. Sajama Cut bekerja sama dengan Komisi Nasional Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Dalam lagunya, band itu menyertakan narahubung bagi mereka yang mengalami tindakan kekesaran. Baik verbal maupun non-verbal.

Lagu berjudul nyentrik dan sedikit frontal itu mengangkat isu victim blaming yang marak terjadi di Indonesia. Bagaimana payudara selalu dikaitkan dengan kontek seksual. Seperti pemikiran orang-orang mesum yang tidak bisa lepas dari bagian tubuh perempuan tersebut.

’’Lagunya diambil dari sudut pandang tipikal orang munafik yang suka melecehkan dan merendahkan perempuan. Namun merasa berhak mengatur cara hidup mereka,’’ kata Marcell Thee, vokalis sekaligus penulis lirik Sajama Cut.

’’Mereka adalah penganut seksisme yang berperilaku misoginis. Suka melarang perempuan tampil begini-begitu. Karena dia hanya melihat perempuan dari sudut pandang sempit,’’ lanjutnya.

KOVER ART single Payudara (Bijaksana Beriman) dan album GODSIGMA lansiran Sajama Cut. Karya yang dibuat selama pandemi itu sarat pesan sosial.  

Pelecehan Seksual Mengkhawatirkan

Marcell berpendapat, taraf pelecehan seksual di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Kasus pelecehan sangat marak. Yang itu berawal dari pola pikir ngeres saat mendengar atau melihat payudara. Kebanyakan pelakunya justru mereka yang mengesankan diri alim. Namun tidak bisa menahan hawa nafsu saat disodori payudara. Padahal terang-terangan mereka melarang perzinahan karena dilarang oleh agama.

Sajama Cut terpancing melepas Payudara (Bijaksana Beriman) setelah melihat kasus pemerkosaan anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Pelakunya adalah ayah korban. Ironisnya, instansi hukum dan pemerintah tidak berempati pada pelapor dan korban. Bagi Marcell Thee dkk, kasus tersebut menjadi potret buram victim blaming di Tanah Air.

Peristiwa itu memang terjadi dua tahun silam, saat korban masih berusia 10 tahun. Si ayah adalah pejabat daerah. Sajama Cut melihat, alih-alih mengusut kasus tersebut, justru kalangan ASN ingin memperbaiki citranya sendiri. Otoritas tidak mau melihat dari sudut pandang korban yang mentalnya terkoyak.

’’Judulnya itu sebenarnya mengarah ke penghakiman dan persepsi. Kata payudara sendiri kan sebenarnya tidak ada konotasi porno. Kecuali dari pandangan orang melihatnya demikian. Mereka, ironisnya, tidak bisa melihat payudara sebagai apapun. Selain sebagai objek seksual,’’ papar Marcell.

Single tersebut disertai klip video yang disutradarai oleh Nitya Putrini. Sajama Cut sengaja menggandeng sinematografer perempuan. Karena sudut pandangnya akan lebih nyata serta objektif. Nitya membuat klip berdurasi 6 menit yang membawa pesan tentang bagaimana pola pikir victim blaming. Video itu dibalas dengan dentuman musik rock sebagai representasi perlawanan dari para pembela korban.

Tags :
Kategori :

Terkait