KASUS Covid-19 di Indonesia dinyatakan melandai sejak Oktober 2021. Pemerintah pun mulai melonggarkan pembatasan kegiatan masyarakat. Akibatnya, mobilitas masyarakat naik. Bahkan, volumenya sama dengan sebelum penerapan PPKM darurat.
Data itu juga didukung laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) per 5 November. Terutama mobilitas masyarakat di Jawa-Bali. Peningkatan terjadi di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Banten, dan Jawa Timur.
Sementara itu, tren peningkatan bermuara di beberapa titik lokasi. Di antaranya, stasiun transit transportasi, ritel, dan rekreasi. ”Tren peningkatan terlihat di semua provinsi se-Jawa-Bali. Bahkan, sudah seperti sebelum masa pandemi,” tulis WHO.
Peningkatan mobilitas itu bisa berpotensi memicu naiknya angka penularan. WHO merekomendasikan data tersebut dijadikan acuan pemerintah. Yakni, untuk segera membuat kebijakan yang strategis pengendalian Covid-19.
Menurut WHO, analisis mobilitas dapat difungsikan sebagai proxy pemantau mobilitas penduduk. Tentu sepanjang pelaksanaan kebijakan pembatasan masyarakat. Namun, di sisi lain, WHO juga sudah mencatat bahwa risiko transmisi virus sudah rendah. Sebab, semua provinsi di Indonesia sudah memasuki level 1.
Termasuk wilayah Jawa Timur. Hasil asesmen situasi Covid-19 Kementerian Kesehatan menunjukkan transmisi Jatim sudah level 1 sejak lama. Data terakhir (11/11), transmisinya 0,81 persen per 100 ribu penduduk per minggu.
Namun, epidemiolog Universitas Airlangga Windhu Purnomo mengkhawatirkan peningkatan mobilitas masyarakat tersebut. Apalagi, berbagai pembatasan kegiatan masyarakat sudah banyak yang dilonggarkan. Itu bisa dibuktikan dengan ramainya tempat-tempat transit. Misalnya, bandara, stasiun, dan terminal.
”Angka rekreasi bulan lalu sudah naik 4 persen. Angkanya sudah plus. Apalagi sekarang,” katanya.
Ironisnya, banyak terjadi pelanggaran protokol kesehatan di tengah peningkatan mobilitas masyarakat itu. Windhu minta agar masyarakat tidak lengah. Sebab, kasus melandai bukan berarti kondisi sudah aman. Persebaran dan penularan virus masih ada. Kasus positif juga masih ada setiap hari. Mobilitas yang tinggi bisa memicu lonjakan kasus gelombang berikutnya.
Lalu, upaya apa yang harus dilakukan untuk mencegahnya?
Menurutnya, masyarakat harus ikut berperan dalam upaya surveilans faktor dan risiko. Masyarakat wajib mengawasi dan mengontrol kegiatannya sendiri. Apabila menemui pelanggaran prokes, harus segera dilaporkan kepada Satgas Covid-19. ”Karena penerapan prokes yang buruk itu berakibat pada melonjaknya kasus,” jelasnya.
Dengan laporan itu, Satgas terbantu menemukan penyebab dari membesarnya risiko penularan. Dengan demikian, upaya pencegahan bisa segera dilakukan. (Mohamad Nur Khotib)