Teori Benih dalam Penciptaan Manusia

Jumat 12-11-2021,04:00 WIB
Editor : Yusuf M. Ridho

Berlanjut. Memunculkan atmosfer. Memunculkan air. Zat-zat organik. Menghasilkan kehidupan berskala rendah. Lantas, makin kompleks. Lebih kompleks lagi. Makin canggih. Dan lebih canggih lagi. Survive selama miliaran tahun. Sampai sekarang.

Itulah yang saya maksudkan dengan Teori Benih. Jagat raya beserta segala isinya ini mirip dengan benih. Yang di dalamnya sudah terkandung kode-kode alias perintah untuk berproses. Sesuai dengan kondisi lingkungannya.

Sudah tahu kapan akar mesti muncul. Juga, sudah tahu kapan dan bagaimana batang bertumbuh. Disusul cabang dan ranting-ranting. Dan, dedaunan. Dan, bunga-bunga. Dan berbuah. Lantas, menghasilkan benih lagi bagi generasi berikutnya.

Manusia juga. Yang terlahir dari benih. Di dalam rahim. Yang sel-selnya tahu kapan harus membelah diri. Membentuk jaringan tubuh. Tulang. Otot. Daging. Organ-organ. Dan akhirnya terlahir sebagai manusia. Yang mengandung benih-benih lagi. Tersimpan di dalam triliunan sel tubuhnya. Yang bisa menjadi manusia-manusia berikutnya. Melalui perintah dari kode-kode genetika di dalam sel itu sendiri. Dan seterusnya.

Maka, kita menjadi paham, ketika Allah menceritakan penciptaan manusia di planet ini dengan istilah ”ditumbuhkan dari Bumi”. Sebab, Bumi adalah benih bagi munculnya makhluk bernama manusia.

Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah bumi dengan sebaik-baiknya. (Q.S. Nuh: 17)

Apakah Anda juga melihat pola itu? Yang bekerja mengikuti suatu hukum alam yang sama. Di bagian mana pun dari penjuru jagat raya. Sehingga manusia bisa mempelajarinya. Dan, memprediksinya. Bahkan, menirunya.

Maka, setiap keberadaan –apa saja– di waktu sekarang adalah hasil dari proses masa lalu. Dalam urutan waktu. Sebagai akibat dari penyebab-penyebab. Dari variabel-variabel yang membentuknya menjadi ada. Termasuk manusia.

Eksistensi kita disebabkan eksistensi sebelumnya. Tubuh kita terbentuk dari materi yang sudah ada sebelumnya. Dan kehidupan kita pun terbentuk dari kehidupan yang sudah ada sebelumnya. Tidak ada mata rantai yang terputus. Sampai pada masa paling awal. Paling dulu. Di mana jagat raya mewujud.

Saat materi, energi, ruang, dan waktu terbentuk. Sebagai benih bagi munculnya alam semesta. Dengan segala peristiwa yang terjadi di dalamnya. Termasuk galaksi, yang menjadi benih bagi munculnya tata surya-tata surya. Yang juga menjadi benih, bagi munculnya planet-planet. Yang menjadi benih bagi munculnya kehidupan di dalamnya. Dan makhluk hidup itu sendiri, yang juga menjadi benih bagi keturunannya.

Maka, dalam sudut pandang Teori Benih, segala yang ada ini sesungguhnya sudah terencana. Melalui kode-kode perintah yang inheren di dalam jagat raya ini sendiri. Semenjak awal waktu penciptaannya.

Termasuk manusia. Yang muncul dari kehidupan sebelumnya. Dari makhluk-makhluk yang berderajat lebih rendah. Yang menularkan daya hidupnya. Secara berantai, tanpa ada putusnya. Sebab, kehidupan hanya bisa muncul dari sesuatu yang hidup. Yang mana, ujung dari semua proses kehidupan itu adalah Dia: Sang Maha Hidup.

Ketahuilah, sesungguhnya kepunyaan Allah segala yang ada di langit dan di bumi. Ingatlah, sesungguhnya janji Allah itu benar. Tetapi, kebanyakan mereka tidak mengetahui(nya). Dialah yang menghidupkan dan mematikan. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu semua bakal dikembalikan.” (Q.S. Yunus: 55-56)

Wallahu a’lam bissawab. (*)

 

*) Agus Mustofa,  alumnus Teknik Nuklir UGM, penulis buku-buku tasawuf modern, founder kajian Islam futuristik.

Tags :
Kategori :

Terkait