Indikator Pria Pembunuh Mantan

Senin 15-11-2021,04:00 WIB
Editor : Noor Arief Prasetyo

Perkenalan berlanjut. Langsung, hidup bersama (layaknya suami-isteri) selama setahun. Kemudian mereka putus. Teguh juga diberhentikan dari koperasi, karena sepi akibat pandemi korona. Lalu Teguh ke Jakarta, akhirnya berdagang sayur keliling.

Setelah beberapa bulan putus, Teguh ingin balikan. Ia telepon Mujiyani. Ternyata Mujiyani menolak, sebab akan menikah (dengan pria lain). Teguh memaksa balikan. Mujiyani tetap menolak. Akhirnya terjadilah itu.

Konstruksi kasus pembunuhan itu persis seperti analisis kriminolog The University of Gloucestershire, Inggris, Prof Dr Jane Monckton Smith. Sebelum jadi guru besar kriminologi, Prof Smith adalah perwira polisi wanita Inggris.

Prof Smith dalam bukunya: In Control: Dangerous Relationships and How They End in Murder  (Maret 2021) merinci, tanda-tanda calon pembunuh, terkait hubungan asmara pria-wanita. Pembunuh tidak tiba-tiba. Melainkan ada indikatornya.

Buku itu ditulis berdasar hasil riset, ketika Smith masih polisi. Riset terhadap 372 kasus kekerasan terkait hubungan asmara pria-wanita, baik menikah, pacaran, hidup bersama, pelacuran.

Smith menyimpulkan, ada pola dalam setiap pembunuhan jenis tersebut. Dia sebut sebagai: Garis waktu pembunuhan. Dalam delapan tahap, sebagai indikator (khusus untuk pembunuh pria terhadap wanita).

Teguh membunuh Mujiyani, bisa dikaitkan dengan delapan tahapan Prof Smith itu. Begini:

1). History of abuse (riwayat pelecehan). Pria pembunuh pasangan wanitanya telah melakukan kekerasan, sebelumnya. Baik terhadap wanita yang jadi pasangannya, atau wanita sebelumnya.

Di kasus Agus Purworejo, soal riwayat belum terpublikasi.

2). A fast-moving relationship (hubungan yang bergerak cepat). Mayoritas dari 372 kasus kekerasan di Riset Smith, hubungan asmara pelaku-korban, bergerak relatif sangat cepat. Dari kenal sampai intim. Selama keintiman, terus bergejolak. Putus-nyambung. Sampai putus.

Di Pembunuhan Purworejo, cocok. Teguh - Mujiyani kenal di kantor koperasi, langsung intim, hidup bersama serumah.

3). Coercive control (kontrol koersif). Selama bersama, pria mengontrol wanitanya. Baik secara emosional, finansial, dan sosial.

Kontrol koersif juga termasuk: Pelaku terhadap korban bersikap menyakiti, menghukum, atau menakut-nakuti korban.

Di Pembunuhan Purworejo, soal ini belum terpublikasi.

4). Trigger (pemicu). Setelah hubungan menjadi semakin terkendali, semakin ketat, konsekuensinya timbul tidak puas wanita. Berkembang jadi tidak simpatik. Berkembang jadi, niat putus.

Reaksi pihak wanita itu dianggap oleh pria, sebagai pertanda bakal putus. Atau setidaknya, wanita berniat menghindari dekapan kontrol pelaku. Yang bagi pria, ini dalam kondisi bahaya. Dan, inilah pemicu ledakan kemarahan.

Tags :
Kategori :

Terkait