Amankan Granat dan Mortir Sisa Pertempuran

Selasa 16-11-2021,09:59 WIB
Editor : Doan Widhiandono

SK cagar budaya Benteng Kedung Cowek baru diumumkan tahun lalu setelah melalui perdebatan panjang. Walau statusnya sudah dilindungi, belum banyak upaya penggalian sejarah dan arkeologis di tempat itu. Justru, Komunitas Roodebrug Soerabaia lah yang terus menerus menemukan sisa-sisa Perang Dunia II di sana. 

SATU per satu prajurit Sriwidjaja ’’tumbang’’ di Benteng Kedung Cowek, Minggu (14/11). Tubuh mereka tergeletak di tanah. Bersatu dengan dedaunan kering.

Pasukan Inggris yang menang jumlah semakin beringas. Mereka menembaki jenazah-jenazah pejuang eks Heiho asal Sumatera yang sebelumnya menguasai gudang amunisi dan meriam Kedung Cowek.

Aksi teatrikal yang disutradarai itu Satrio Sudarso itu menunjukkan bahwa ada banyak sekali nyawa yang melayang di Benteng Kedung Cowek. 

Dalam kisah yang ditulis Kolonel Wiliater Hutagalung, disebutkan bahwa sepertiga pasukan gugur. Rata-rata jumlah batalyon tempur saat itu mencapai 600 orang. “Paling tidak ada 200 pahlawan tanpa batu nisan yang gugur di sini,” kata pendiri Komunitas Roodebrug Soerabaia Ady Setyawan yang ikut dalam aksi teatrikal itu.

Jasad mereka terpaksa ditinggalkan. Pasukan kocar-kacir karena Tentara Inggris tak memberi ruang. Tembakan senapan otomatis memberondong ke arah pejuang membuat mereka tak bisa menoleh ke belakang. Prajurit yang tersisa lalu ikut bergabung dengan pejuang lain bergerilya ke selatan.

Lambat laun, kisah pertempuran itu kian tak terdengar. Mayoritas orang yang terlibat bukan orang Surabaya. Mereka adalah eks Pasukan Heiho asal Sumatera yang ditempatkan Jepang di kawasan timur.

Banyak orang Surabaya yang tak tahu kisah mereka. Sampai akhirnya Roodebrug mengumpulkan fragmen-fragmen kisah Kedung Cowek yang akhirnya bisa dipentaskan.

Komunitas pencinta sejarah Surabaya itu mulai mempertanyakan status Benteng Kedung Cowek yang belum ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya.

Di sisi lain, pemkot butuh alasan kuat untuk menetapkannya sebagai cagar budaya. Selain usia bangunan harus lebih dari 50 tahun, bangunan cagar budaya harus memiliki arti bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama atau kebudayaan.

Ternyata sulit sekali meyakinkan pemkot. Perdebatan antara Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) dengan Roodebrug makin memanas lima tahun belakangan. 

Ady dan komunitas Roodebrug merasa semua persyaratan yang dibutuhkan untuk jadi cagar budaya sudah dimiliki Benteng Kedung Cowek. Sayangnya, pemkot tak segera merespons dorongan mereka.

Padahal UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya mengatur bahwa pemerintah berkewajiban melakukan pencarian benda, bangunan, struktur, dan lokasi yang diduga sebagai cagar budaya.

“Yang fatal, pada 2018 TACB bilang bahwa ini benteng peninggalan Jepang,” ujar Alumnus Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya itu. Ia mempertanyakan dasar pernyataan anggota TACB itu 

Ady sudah memberikan sumber-sumber literatur kesaksian pelaku sejarah, kliping koran sejaman, arsip laporan militer Jepang, hingga blueprint benteng tersebut. 

Tags :
Kategori :

Terkait