Pentas Tanpa Sutradara Tanpa Penokohan

Kamis 18-11-2021,06:20 WIB
Editor : Heti Palestina Yunani

Wit yang sangat ingin mati karena kematian dapat membuatnya bebas, juga Kusuma yang tanpa diketahui siapapun ternyata adalah ibu kandung dari Wit. Konstruksi sosial yang ada dalam naskah memaknai kedalaman eksistensi batiniah tokoh-tokohnya. Itu yang direpresentasikan para aktor dalam pementasannya.

Dalam Lahirnya Kematian, tak ada seorang pun yang bertindak sebagai sutradara. Konsepnya, para aktor dapat memaknai teks dan menuangkannya dalam gerak yang sesuai dengan imajinasi masing-masing. Tanpa ada aturan mengikat atau panduan dari seorang sutradara.

”Selama latihan, para aktor ngobrol dengan beberapa orang sebagai pendamping yang bertugas memberi nasihat dan arahan. Tapi bukan arahan secara intimidatif layaknya sutradara,” ungkap Galuh Setyo yang juga salah satu pendamping.

Proses latihan berlangsung selama 3 bulan, dilakukan di Balai Pemuda, Surabaya. Mereka juga mendiskusikan naskah dengan intens. Beberapa pertanyaan muncul menyikapi Lahirnya Kematian karya Yusril: Apa dan bagaimana kelahiran-kematian?

Apakah benar kematian akhir segalanya, atau justru kelahiran-kematian adalah awal dan akhir kisah dalam sebuah kehidupan? atau kelahiran-kematian adalah metafora? Ketika identitas, tubuh, pikiran, arsip, kenangan, kebenaran dan segala peristiwa menjadi tumpang tindih dalam pikiran.

”Kalau dijabarkan, Lahirnya Kematian adalah sebuah kisah yang ada di dalam kisah. Terus tumbuh sebagai narasi tak terduga. mencengangkan dan kita akan terus menyaksikannya di dalam Kantil,” ungkap pria 33 tahun itu.

Kantil adalah tokoh yang mengalami bias gender dan masalah-masalah pelik. Dalam pementasan tersebut, Tak jelas siapa yang sejatinya memerankan tokoh Kantil. Penokohan dalam pementasan tersebut bias dan absurd. Semua dapat menjadi tokoh apa pun. Seperti halnya aktor berpakaian perempuan yang berjalan kesana-kemari sambil menghentakkan kaki, juga dalam satu adegan ia terbaring dan tubuhnya dililit isolasi oleh aktor perempuan.

Aktor berambut gondrong dalam adegan lain tampak duduk, berdzikir sambil memukul-mukulkan tubuhnya. Irama hentakan, jeritan, juga rangkaian dialog saling sahut namun bukan menanggapi satu sama lain.

”Menikahlah denganku, Kantil! Menikahlah denganku!,” teriak aktor yang diperankan oleh Alfyn Haris. Ia mengenakan pakaian hitam. Entah ia berdialog dengan siapa.

Dalam keadaan yang kacau, suara getar karinding bergema perlahan. Mengikuti suara gumaman parau yang bernada rendah, layaknya suara mahluk tak kasat mata yang menyeramkan.

Suasana sunyi mencekam, seperti membangun latar yang serupa dengan naskah, yakni dalam sebuah areal pemakaman. Di dalamnya menyimpan banyak kisah.

Prostitusi, kemiskinan, carut-marut dan semua orang yang menggantungkan nasibnya di sana menggaungkan harapan tentang kesejahteraan, hubungan asmara sampai rintihan-rintihan putus asa.

Cahaya sorot yang redup, latar yang gelap dan semakin gelap ketika lampu panggung menghilang secara perlahan dan hanya menyisakan warna biru. Perwatakan yang dibangun para aktor di atas panggung seperti fenomena masyarakat kecil yang dilanda masalahnya masing-masing. Sering membuat depresi dan kekalutan.

Selain tak ada sutradara, pementasan tersebut tak memiliki penokohan. Semua aktor dapat menjadi siapa saja dan apa saja sesuai persepsinya masing-masing. (Forum Aktor Jawa Timur untuk Harian Disway)

Dalam akhir adegan, Semua aktor berpose dalam diam dengan gesture yang aneh, serta ekspresi dingin yang berlainan satu sama lain. Seakan mereka semua adalah hantu yang keluhannya tak pernah didengar oleh siapa pun. Pementasan yang diselenggarakan pada 10 November lalu tersebut disambut tepuk tangan riuh dari 250 penonton yang memadati gedung ATV Kota Batu, Malang.

Pementasan tersebut dimainkan oleh para aktor FAJ yang mereka sebut sebagai ’kolaborator’. Mereka dari berbagai daerah. Antara lain: Dyah Ayu Setyorini (Sidoarjo), Fatihuddin (Gresik), Fayat Muhammad  (Sumenep), Ma’rifatul Latifah (Bangkalan), Muhammad Alfin Haris (Pasuruan), dan Taslimul Muhajirin (Lamongan).

Tags :
Kategori :

Terkait