SUDAH di dalam jeruji besi, baru menyesali perbuatannya. Setelah itu, baru mau mengembalikan uang yang diambil dari korban. Tapi, semua sudah terlambat. Itu tidak bisa lagi membuat terdakwa Wahyudi Setiawan lolos dari hukuman.
Paling hanya akan menjadi pertimbangan meringankan dari hakim. Setidaknya, putusan hakim nanti seberat tuntutan yang akan dimintakan jaksa. Kalimat penyesalan itu terucap dari mulut terdakwa saat pemeriksaan terdakwa kemarin (29/11). Saat jaksa penuntut umum (JPU) Rista Erna Soelistiowati bertanya kepadanya.
”Saya 100 persen punya niat untuk mengembalikan uangnya. Tapi, saya keburu ketangkap. Jadi, saya gak bisa kerja untuk mengembalikan uang itu kepada Harso Sanyoto,” kata terdakwa Wahyudi saat pemeriksaan dirinya di Pengadilan Negeri Surabaya.
Terdakwa mengikuti persidangan secara online. Sementara itu, hasil kejahatannya digunakan untuk kepentingan pribadi. Bukan untuk melakukan semua yang telah dijanjikannya. ”Sampai sekarang, Dimas Sonny Mahendra tidak pernah masuk Akademi Polisi (Akpol),” ujarnya.
Sidang sebelumnya, para korban dihadirkan sebagai saksi. Mereka satu keluarga. Suami istri Harso Sanyoto dan Lilik Suntiani. Juga, anak mereka, yakni Dimas. Lalu, Dennis Antanius Simangasing, orang yang mengenalkan terdakwa ke korban turut dihadirkan.
Harso adalah tukang cukur. Ia memiliki usaha salon. Sementara itu, Dennis adalah pelanggan setia di salon tersebut. Pasangan suami istri itu ingin anak mereka masuk Akpol. Dennis pun merekomendasikan terdakwa kepada Harso.
Sebab, ia mengetahui bahwa terdakwa memiliki banyak kenalan jenderal polisi. Perkenalan itu dilakukan di Hotel Paragon, Surabaya, Februari, 2020. Dari pertemuan itu, Wahyudi mengatakan bisa memasukkan Dimas menjadi taruna Akpol. Namun, ada biaya yang harus dibayarkan.
Terdakwa minta uang Rp 500 juta. Karena keinginan Harso yang sangat besar untuk melihat anaknya berseragam polisi dengan status perwira muda, akhirnya pria itu menyanggupi permintaan terdakwa. Wahyudi pun minta uang muka Rp 250 juta.
Beberapa saat kemudian, Dennis menghubungi Harso. Katanya, terdakwa ingin bertemu. Pertemuan itu dilakukan di Excelso Tunjungan Plaza. Harso datang bersama Lilik. Di sana Wahyudi menagih uang muka. Uang itu juga digunakan untuk biaya les privat masuk taruna Akpol.
Setalah itu, terdakwa terus minta uang kepada Harso. Pun, semua berkas untuk pendaftaran Akpol sudah diberikan kepada terdakwa. Total uang yang telah diberikan kepada terdakwa adalah Rp 592 juta. Semua uang itu adalah hasil pinjaman Harso di bank.
Ia harus mencicil uang itu selama enam tahun. Sebenarnya, sejak awal nurani, Lilik sudah sedikit berontak. Dia tidak yakin anaknyi bisa lolos masuk Akpol dari jalur terdakwa. Tapi, saat itu terdakwa selalu meyakinkan Lilik. Ini jatah spesial dari jenderal.
Namun, akhirnya perbuatan terdakwa itu terbongkar setelah Akpol tahun ajaran (TA) 2020 mulai pendidikan. Dimas tidak mengikuti pendidikan tersebut. Karena itu, terdakwa akhirnya dilaporkan ke polisi. Perbuatan itu diancam pasal 378 KUHPidana. (Michael Fredy Yacob)