Wisata di Tempat Sembahyang

Senin 06-12-2021,12:51 WIB
Editor : Heti Palestina Yunani

Di Kota Malang ada tempat ibadah sekaligus spot pariwisata budaya Tionghoa bersejarah. Berada di tengah-tengah pusat perekonomian masyarakat. Namanya Kelenteng Eng An Kiong.

Pusat ibadah masyarakat Tri Dharma ini merupakan salah satu bangunan paling tua di Kota Malang. Digunakan sebagai tempat beribadah bagi tiga kepercayaan, Khonghucu, Buddha, dan Taoisme.

Sigit Hartanto, finalis Koko Cici Jawa Timur 2021 membagi pengalamannya saat berkunjung ke sana. Arsitekturnya unik. Hasil penggabungan arsitektur Tiongkok dan Eropa pada bangunan kelenteng menjadi daya tarik tersendiri.

”Siapa sangka sudah berusia 196 tahun. Saya memuji bentuknya yang khas sehingga mudah menarik perhatian saat kita lewat di depannya,” katanya.

Berlokasi di Jalan Laksamana Martadinata, Kota Malang, luas bangunan kelenteng sekitar 5.000 meter persegi. Lokasinya berada di kawasan Kota Lama, di lingkungan cukup padat penduduk. Juga dekat dengan pusat perdagangan berbagai macam kebutuhan masyarakat.

Terdapat 99 rupang atau kiem siem (patung dewa-dewi) di seluruh ruangan. Terdapat aula untuk melaksanakan berbagai kegiatan kesenian.

Kelenteng Eng An Kiong yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Kota Malang agar eksistensinya bisa terus dijaga. (Ajib Syahrian Nor untuk Harian Disway)

Banyak kegiatan dilaksanakan untjk peringatan hari besar. Yang paling ramai adalah Imlek. Masyarakat sampai berkerumun di sekitar kelenteng demi nonton pergelaran wayang potehi dan penampilan barongsai.

Pun dengan sejumlah aktivitas sosial. Seperti makan lontong cap gomeh, pembagian sembako sebagai bentuk sedekah bumi, hingga bagi-bagi ang pao kepada masyarakat. Kegiatan dilaksanakan secara terbuka.

Semua orang dari berbagai kalangan bisa ikut tanpa pandang agama dan etnis. Maka, wajar jika Eng An Kiong sampai bikin kerumunan cukup padat. Tapi, aktivitas tersebut sudah dihentikan sejak pandemi Covid-19 merebak pada Maret 2020.

Kelenteng ini dibangun dalam dua periode. Pembangunan tahap pertama yakni mendirikan ruangan tengah. Dikerjakan pada tahun 1825. Menyusul kemudian bangunan lainnya yang diselesaikan secara bertahap mulai 1895 hingga 1934. Setelah itu, tak banyak perubahan pada bangunan. Pengurus hanya menambahkan sejumlah fasilitas penunjang demi kenyamanan pengunjung dan umat peribadatan.

Nama Eng An Kiong memiliki makna yang mendalam. Yaitu istana keselamatan dalam keabadian Tuhan dan merupakan persembahan kepada Dewa Bumi.

Ketika masuk ke dalam, pengunjung akan melihat di setiap altar dengan berbagai persembahan yang tertata rapi. Pintu gerbangnya juga bagus. Mencolok di antara bangunan-bangunan yang ada di sebelahnya. ”Ada ornamen naga di atasnya sehingga semakin tampak berbeda,” imbuh pria yang berkuliah di Universitas Merdeka Malang tersebut.

Selain itu juga yang identik dan banyak dijumpai di kelenteng adalah simbol naga yang merupakan simbol dari keperkasaan. Ciri khas lain dari kelenteng ini yaitu warna bangunan yang didominasi warna merah dan kuning.

Merah melambangkan kehidupan, kebahagian dan keberanian. Sedangkan kuning dimaknai sebagai simbol keagungan.

Tags :
Kategori :

Terkait