Satimah Hanya Bisa Menangisi Rumah

Jumat 10-12-2021,11:25 WIB
Editor : Doan Widhiandono

Erupsi Semeru tentu menyisakan banyak kerugian. Total sementara terdapat 34 orang meninggal yang berhasil dievakuasi. Selain itu, ribuan rumah juga jadi korban. Yang terparah berada di Kampung Renteng. Puluhan rumah sama sekali lenyap ditelan abu. Lainnya, hanya tersisa bagian atap. Tak sedikit yang ambruk. 

LAPORAN: Nur Khotib dari Lumajang

DESA Sumberwuluh dikepung mendung sejak pagi saat terjadi erupsi susulan pada Senin (7/12) lalu. Namun, cuaca jauh berubah kemarin. Begitu cerah sejak pagi dan bahkan terik cukup menyengat saat siang hari. 

Apalagi Dusun Kebondeli Utara di Kampung Renteng yang rata dengan abu guguran awan panas. Sekitar pukul 11.00, panas mengepung tubuh. Dari atas, matahari terasa dekat dengan kepala. Dari bawah, panas dari tanah menembus ke sepatu. 

Padahal, kemarin sudah memasuki hari ke empat pasca erupsi. Tapi, terasa bak di padang pasir. Hamparan pemandangan begitu gersang. Tak ada yang berwarna. Kecuali perbukitan yang tampak nun jauh di ujung selatan dusun.  

Rumah-rumah dan pepohonan kelapa terselimuti abu. Aroma belerang masih kuat. Sesekali terlihat beberapa titik tanah masih mengepulkan asap. Begitu juga dengan pohon yang roboh. Titik potongnya tampak bahwa kayunya terbakar.  

Tapi, mungkin tak ada yang lebih kuat dari rindu. Kondisi seperti itu tak menghalangi puluhan warga datang ke sana. Mereka menggeruduk bekas kampungnya itu. Ingin melihat rumah yang ditinggalkan sejak empat hari lalu.

Ket wingi-wingi gak oleh ndelok omah (dari kemarin tidak boleh menengok rumah, Red),” kata Satimah dengan nada sesenggukan sambil menggendong putrinyi. Rumahnyi tertimbun abu. Hanya tersisa atap dan genting saja. Namun, ada sedikit celah untuk masuk. 

Satimah merangkak masuk ke dalam rumahnyi. Para petugas tak bisa menghalangi. Satimah diberi helm pelindung. Agar kepala tidak terbentur atap rumah bertembok putih itu. 

Suaminyi, Fadli Thahaha, sudah masuk duluan. Ia memalu kaca di atas pintu rumah itu. Lalu mengambil dua bingkai foto keluarganya. Mendengar suara pecahan itu membuat para petugas panik. Satimah dan Fadli kemudian diminta segera keluar.

“Ya sudah cuma tersisa dua foto ini,” kata Fadli dengan suara yang dipaksakan tegar. Ia tak tahan melihat istri dan putrinya menangis. Matanya berkaca-kaca. Teringat seluruh kenangan di rumahnya.

Selain rumah, pasangan suami istri itu juga menelan kerugian lain. Sekitar 14 ekor kambing ternak mereka raib. Hanya tersisa kandangnya di belakang rumah. Itu pun juga tertimbun abu.

Namun, Fadli tetap bersyukur. Sebab, seluruh anggota keluarganya selamat. Ia, Satimah, dan tiga anaknya berhasil meloloskan diri dari guguran awan panas. Ia tak ingin kejadian itu terulang dalam hidupnya.

Tak mungkin rumah itu diperbaiki. Jika memungkinkan, toh ia tak punya dana lagi. Selain itu, Fadli beserta keluarga juga trauma tinggal di Dusun Kebondeli Utara, Kampung Renteng, pasca kejadian tersebut. Untuk itu, ia ingin pindah ke tempat lain yang lebih aman. “Kami semua jelas trauma. Kami berharap bisa dibangunkan rumah di tempat lain,” harapnya.

Berjarak 50 meter dari rumah Fadli, para anggota TNI dan relawan sedang melakukan evakuasi. Para petugas itu bergantian mencangkuli timbunan abu. Berharap menemukan jenazah berdasar laporan dari warga.

Tags :
Kategori :

Terkait