Ubedillah: "Itu (vonis lebih ringan daripada tuntutan) karena ada Gibran dan Kaesang di PT SM. Mana mungkin vonis ringan kalau bukan karena ada anak presiden di situ?"
Kok, Ubedillah tahu Gibran dan Kaesang ada di PT SM, padahal itu bukan perusahaan publik yang wajib disclosure?
"Ada dokumen perusahaan karena boleh diakses publik dengan syarat-syarat tertentu. Kemudian, juga bukti pemberitaan pemberian penyertaan modal dari ventura itu dan kemudian kita lihat di perusahaan-perushaan yang dokumennya rapi itu ada tokoh-tokoh yang tadi saya sebutkan."
Ubedillah juga menyebut: Gibran dan Kaesang dua kali dikucuri uang dari PT SM, total Rp 99,3 miliar.
Tuduhan ”upah” Rp 99,3 miliar itu mematahkan dugaan sebelumnya, bahwa Gibran dan Kaesang di PT SM yang bisa ditafsirkan sebagai pemegang saham. Sebab, pemegang saham menerima uang dari perusahaannya melalui dividen. Bukan kucuran.
Dilanjut: "Kemudian, anak presiden membeli saham di sebuah perusahaan yang angkanya juga cukup fantastis, Rp 92 miliar. Dan itu bagi kami tanda tanya besar, apakah seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan dengan mudah mendapatkan penyertaan modal dengan angka yang cukup fantastis kalau dia bukan anak presiden?"
Ubedillah menekankan: Pokoknya, ada buktinya.
Di hari yang sama dengan Imanuel melaporkan Ubedillah ke Polda Metro Jaya, Jumat (14/1/22), Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka dimintai komentar wartawan soal kasus itu.
Apa jawab Gibran? ”Cekne wae (biarkan saja). Ia (Ubedillah Badrun) lapor tidak ada buktinya, kok. Tidak usah dilaporkan balik. Saya tidak merasa tercemar,” kata Gibran di RSUD Ibu Fatmawati Soekarno, Solo, Jumat (14/1/22).
Dilanjut: "Fokus nyambut gawe (fokus bekerja). Tidak menyiapkan langkah selanjutnya. Koyok ra duwe gawean wae (seperti tidak punya kerjaan saja). Saya sibuk."
Tapi, Gibran tidak mencegah laporan Imanuel. Sebab, ia tidak tahu bahwa ada yang melaporkan Ubedillah ke Polda Metro Jaya.
Itukah yang dikatakan Kapolri. Korban (orang yang dilaporkan) tidak merasa jadi korban. Tidak merasa tercemar. Lantas, ada orang lain, atas nama korban, melaporkan orang yang dinilai merugikan korban.
Gibran sudah berkembang berpolitik hukum. Ia paham, ada gangguan kecil yang tidak signifikan. Makanya tenang.
Jika disebut laporan Ubedillah bernuansa politik, terkait tahun politik 2024, tidak tepat. Sebab, Presiden Jokowi (yang jadi sasaran) sudah tidak bisa menjadi capres lagi karena sudah dua priode.
Seumpama sasarannya Gibran, yang diisukan akan jadi gubernur DKI Jakarta, juga lemah. Sebab, tak lama lagi KPK akan mengumumkan, apakah laporan itu bisa dilanjut ke penyidikan atau tidak. Seandainya tidak, nama Gibran kian berkibar.
Yang pusing polisi. Dengan saling lapor itu. Bagaimana, andaikata, ada pihak lain lagi melaporkan Imanuel ke polisi karena dianggap mencemarkan nama baik Ubedillah?