SUDAH tidak ada lagi saksi dan ahli yang akan dihadirkan. Kini giliran kedua terdakwa yang diperiksa dalam persidangan. Mereka adalah Benny Soewanda dan Irwan Tanaya. Sidang dilakukan di Ruang Candra, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Mereka diperiksa secara bersama-sama. Keduanya mengakui bahwa mereka bersama saksi pelapor, yaitu Richard Sutanto, bersama-sama mendirikan PT Hobi Abadi Internasional (HAI). Didirikan pada 2013. Benny menjabat direktur utama, Irwan direktur, dan Richard komisaris.
Terdakwa Benny mengakui bahwa pada 3 November 2020, mereka mengadakan rapat umum pemegang saham (RUPS) luar biasa di Hotel Maxone Darmahusada. Peserta yang hadir saat itu ada tiga orang. Kedua terdakwa dan seorang notaris.
”Agenda dalam RUPS LB itu adalah pemberhentian seluruh direksi dan komisaris. Serta, pembentukan direksi dan komisaris yang baru,” kata Benny yang mengikuti persidangan itu secara online. Dari perubahan itu, Irwan menjabat komisaris.
Beberapa poin menjadi pertimbangan kedua terdakwa mengganti Richard sebagai komisaris. Di antaranya, pelapor masih menguasai secara pribadi barang-barang milik perseroan. Ia tidak kooperatif mengembalikan barang tersebut ke PT HAI.
Barang itu diletakkan di gudang milik pelapor. Sampai saat ini juga semua barang milik PT HAI ada di sana. Padahal, perusahaan sudah mengirimkan somasi untuk mengembalikan barang milik perusahaan. Perusahaan tidak pernah menitipkan barang tersebut kepada pelapor.
Dikatakan, Richard sendiri yang minta agar semua barang tersebut dibawa dari gudang milik PT HAI ke gudang Richard. Semua itu dilakukan karena selama kedua terdakwa bekerja di perusahaan tersebut, mereka tidak memiliki kuasa melawan Richard.
”Jadi, saat diminta untuk dipindah ke gudang itu, kami tidak bisa menolak,” beber Benny.
”Saya juga tidak tahu, sekarang barang itu sudah dijual atau belum oleh Pak Richard. Tapi, yang pasti, barang itu sudah dicampur dengan barang milik Pak Richard sendiri,” ucapnya.
Richard selaku komisaris juga sering kali bertindak seolah-olah yang paling berwenang terhadap direksi perusahaan. Juga, pelapor secara langsung dan tidak langsung memerintah konsumen membayar ke rekening pribadi Richard.
”Pak Richard sering kali melakukan tindakan di luar kewenangannya. Pernah juga memesan barang dan menjual sendiri. Tanpa sepengetahuan direksi,” tambahnya.
Itu juga yang menjadi alasan RUPS LB itu dilakukan. Dua terdakwa tersebut ingin mengonfirmasi tuduhan-tuduhan itu dalam rapat resmi. Bahkan, pemanggilan Richard juga dilakukan sesuai dengan aturan perundang-undangan. Salah satunya mengundang melalui surat kabar.
”Kami sekali mengundangnya. Tapi, tidak hadir. Kami tidak mengundang melalui surat. Pertimbangan kami karena tidak tahu alamat pasti Richard. Jadi, kami bingung mau kirim ke mana surat itu. Sengaja kami tidak undang melalui chat pribadi. Sebab, ini forum resmi,” ungkapnya.
Panggilan melalui surat kabar itu dilakukan jauh hari sebelum RUPS LB itu dilakukan. Tepatnya pada 19 Oktober 2020. Semua keterangan yang diberikan terdakwa Benny itu diaminkan terdakwa Irwan. Lalu, Ketua Majelis Hakim Martin Ginting memutuskan untuk menunda persidangan itu.
Dilanjutkan pada Senin (17/1) dengan agenda tuntutan dari jaksa. Kamisnya, dilanjutkan lagi dengan pembelaan dari tim penasihat hukum terdakwa. (Michael Fredy Yacob)