Sekarang, di era Jokowi, kisah-kisah para pangeran mulai muncul lagi. Skalanya mungkin tidak sama dengan era Soeharto, tapi pada beberapa sisi ada kesamaan, dan pada sisi lainnya Jokowi melakukan sesuatu yang tidak dilakukan Soeharto.
Pada masa-masa terakhir kekuasaannya, Soeharto menempatkan putri sulungnya, Siti Hardijanti alias Mbak Tutut, sebagai menteri sosial. Ketika itu rezim Soeharto sudah mulai kalang kabut karena serbuan krisis moneter yang mulai terasa pada 1997. Keberadaan Mbak Tutut tidak banyak membantu kelanggengan kekuasaan bapaknya. Mbak Tutut pun menyaksikan pelengseran bapaknya dari istana.
Pada periode lima tahun pertama pemerintahan Jokowi, keterlibatan keluarganya masih tidak terlihat. Namun, setelah memasuki periode kedua, keterlibatan para pangeran di keluarga Jokowi menjadi sangat mencolok.
Gibran Rakabuming Raka, si mbarep yang sebelumnya terlihat tidak punya ambisi politik, tetiba dimunculkan menjadi wali kota Surakarta, kampung halaman Jokowi. Sekarang makin terlihat tanda-tanda bahwa Gibran disiapkan sebagai penerus bapaknya.
Sang menantu, Bobby Nasution, dijadikan sebagai wali kota Medan, daerah asal Bobby. Ibarat raja Jawa, Jokowi memberikan tanah perdikan kepada anak dan menantunya. Apa yang dilakukan Jokowi kepada anak-anaknya punya kemiripan dengan apa yang dilakukan Soeharto.
Di antara para pangeran itu, si bungsu Kaesang Pangarep menempuh jalan yang berbeda. Kaesang lebih memilih jalur bisnis ketimbang politik. Dan jalur bisnis yang dilewati Kaesang adalah jalur tol super-highway yang lempeng, mulus, tanpa hambatan.
Dalam usianya yang baru 27 tahun, Kaesang sudah mengembangkan sayap binsis yang menggurita. Venture bisnisnya mengagetkan banyak orang ketika membeli 8 persen saham perusahaan makanan senilai hampir Rp 100 miliar.
Pangeran anak-anak Jokowi itu sekarang tengah menjadi sorotan publik. Kakak beradik Gibran-Kaesang dilaporkan ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) oleh aktivis demokrasi Ubedillah Badrun.
”Duet Pangeran Solo” itu dicurigai menerima aliran uang gelap dari sebuah perusahaan yang diduga terlibat dalam pembakaran hutan. Ubedillah mendesak KPK segera memeriksa para pangeran. Ubedillah juga mendesak KPK memanggil ”sang raja”, bapak para pangeran itu.
Anak polah, bapak kepradah. Polah para pengeran itu bisa membuat sang raja mengalami kesulitan politik pada masa-masa terakhir kekuasaannya. (*)