Mami Tahu Teruskan Jejak Go Loe Tjiauw

Sabtu 15-01-2022,06:18 WIB
Editor : Doan Widhiandono

Banyak pabrik tahu terpaksa menutup usahanya tahun lalu. Harga kedelai tak pernah aman selama pandemi. Pabrik tahu tertua di Surabaya UD Sumber Kencana mencoba bertahan meski tidak mudah.

MESIN giling dan ketel uap mulai menyala pukul 07.00 di UD Sumber Kencana Dinoyo kemarin (14/1). Para pekerja yang masih leyeh-leyeh di pondoknya bergegas menuju area pabrik. Produksi tahu dimulai.

Pekerja laki-laki menyiapkan kayu bakar. Dahan dan batang pohon yang sudah mengering diletakkan di mulut depan tungku ketel uap. Ketika asap hitam sudah mengepul, kayu harus cepat-cepat ditambah agar api tidak padam.

Di atas pembakaran terdapat tangki kedap udara berisi air. Pipa besi dari tangki itu terhubung dengan panci besar yang ada di area dapur.

“Sini kalau mau lihat cara kerjanya,” ucap Riani, generasi kedua penerus UD Sumber Kencana. Dia beranjak dari meja kasir lalu menuju ke arah dapur. 

Langkahnya kecil-kecil. Pandangan matanya mengarah ke bawah. Yang melintasi dapur memang harus hati-hati. Luberan air kedelai yang dimasak membuat lantai ruangan licin.

Air panas langsung mengucur deras ketika Riani membuka keran pipa. Keran harus dibuka perlahan agar air panas bertekanan tinggi itu tidak muncrat.

“Alat ini bertahan sejak generasi pertama,” kata Mami Tahu, sapaan akrab Riani. Pabrik yang ada di sisi barat Kalimas itu didirikan mertuanyi pada 1952.

Riani menunjuk plakat emas yang tertempel di dekat pintu masuk pabrik. Ada nama mertuanyi tertulis di sana: Go Loe Tjiauw. Katanyi banyak warga Tionghoa bermarga Ho yang punya pabrik tahu. Beberapa, sudah tutup karena pabrik tahu kurang menghasilkan.

Tapi UD Sumber Kencana memilih bertahan. So Sin Hwa, suami Riani, meneruskan usaha ayahnya. Delapan tahun lalu, belahan jiwanya itu berpulang.

Riani benar-benar terpukul. Namun, pabrik harus tetap jalan. Masih ada pegawai yang menggantungkan hidupnya dari merebus kedelai dan mencetak tahu. 

Dahulu ada 20 pegawai yang ada di naungannya. Kini tersisa 9 orang di sektor produksi. Semua kurir tahu kembali ke desa masing-masing. “Itu rengkek- nya numpuk di sana,” ujarnyi sambil menunjuk ke kotak tahu yang biasa dibawa keliling pakai sepeda motor itu. 

Tengkulak-tengkulak tahu langganannya juga bisa kehilangan pekerjaan jika pabrik tutup. Akhirnya, Mami Tahu memutuskan untuk meneruskan jejak sang mertua dan suami.

Cobaan datang di awal 2020. Pandemi membuat harga kedelai melambung. Yang biasanya cuma Rp 9 ribu jadi Rp 12 ribu. Di provinsi lain seperti Maluku, harganya bisa tembus Rp 15 ribu.

Imbasnya ke harga jual tahu dan tempe. Namun tahu yang paling terdampak. Pabrik butuh kedelai impor yang mayoritas berasal dari Amerika Serikat. 

Kedelai lokal kurang cocok untuk tahu. Selain itu, komoditas kedelai nasional juga masih rendah. Petani memilih padi atau jagung yang lebih menguntungkan. “Problemnya, tahu tempe itu makanan pokok. Jadi kedelai itu butuh terus,” jelasnya.

Tags :
Kategori :

Terkait