KASUS penganiayaan terhadap Nurhadi, jurnalis Tempo, belum berakhir. Meski, hakim M. Basir sudah mengeluarkan putusan. Menghukum dua terdakwa, yakni Bripka Purwanto dan Brigadir Muhammad Firman Subkhi, dengan penjara selama 10 bulan.
Keduanya juga diwajibkan membayar restitusi Rp 13.813.000 kepada Nurhadi dan Rp 21.850.000 kepada saksi F.
Vonis itu jauh dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Winarko. Sebelumnya, JPU menuntut dua polisi aktif itu dihukum 18 bulan. Juga, membayar restitusi Rp 13.813.000 untuk Nurhadi dan untuk saksi F Rp 42.650.000.
Kalau tidak membayar restitusi itu, para terdakwa harus menjalani hukuman tambahan selama 6 bulan penjara. Karena itu, jaksa Winarko mengajukan banding atas putusan hakim.
Memori banding tersebut sudah diserahkan Winarko ke Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur. "Iya, kami telah mengajukan banding kemarin (Selasa, 17/1, Red). Semoga saja nanti hasil sidang banding seperti yang kita harapkan bersama," kata Winarko Selasa (18/1).
Banding itu dilakukan karena ia merasa putusan hakim kurang dari dua pertiga tuntutan. Seharusnya, hakim menghukum kedua terdakwa selama setahun penjara. ”Mungkin kalau itu (putusan satu tahun penjara, Red), kami bisa pikir-pikir. Karena hanya 10 bulan, jadi kami langsung banding,” tambahnya.
Ia menegaskan, nantinya kalau putusan kedua terdakwa telah berkekuatan hukum tetap, dua polisi itu akan dieksekusi untuk menjalani hukuman. ”Sekarang mereka memang masih belum ditahan,” terangnya.
Keputusan itu sebenarnya harapan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya. Sejak putusan itu dibacakan hakim, organisasi wartawan tersebut langsung mendorong jaksa melakukan banding.
Beberapa pertimbangan menjadi dasar AJI melakukan sikap itu.
Pertama, vonis dari hakim PN Surabaya jauh lebih ringan daripada tuntutan jaksa. Jaksa menuntut kedua terdakwa dengan hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan penjara. ”Malah, vonis 10 bulan dari majelis hakim tidak sampai dua pertiga tuntutan JPU," kata Ketua AJI Surabaya Eben Heazer.
Eben melanjutkan, seharusnya hakim menjatuhkan hukuman lebih berat. Dengan pertimbangan status kedua terdakwa masih aktif sebagai anggota Polri selama penyidikan hingga berjalannya persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
"Yang mereka lakukan ini kan mencoreng nama baik institusi penegak hukum yang notabene lebih paham aturan. Serta konsekuensi kalau melanggar aturan tersebut. Jadi, sudah sepantasnya kalau itu menjadi hal yang memberatkan," sambungnya.
Putusan yang berat dapat memberikan efek jera kepada para terdakwa. Juga, menjadi cermin dan mengingatkan kepada publik bahwa menghalangi tugas pers dapat diganjar dengan sanksi pidana.
Sebelumnya, 12 Januari 2022, hakim PN Surabaya menjatuhkan vonis 10 bulan kepada dua terdakwa. Yakni, Bripka Purwanto dan Brigadir Muhammad Firman Subkhi. Menurut majelis hakim, dua pelaku itu terbukti bersalah karena melanggar Pasal 18 Ayat (1) UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Mereka dengan sengaja melakukan tindakan yang menghambat dan menghalangi kerja-kerja pers. Selain divonis 10 bulan penjara, dua terdakwa juga diwajibkan membayar restitusi Rp 13.813.000 kepada Nurhadi dan Rp 21.850.000 kepada saksi F. (Michael Fredy Yacob)