Sudah hampir setahun ini seniman barongsai Indonesian Street Lion berkeliling dari kampung ke kampung Surabaya. Para perantau dari Jakarta itu rupanya kerasan tinggal di kota Pahlawan. Kalau hoki, mereka bisa panen angpao. Musuh mereka cuma hujan.
BARONGSAI berwarna merah jambu itu meliuk-liuk di area Balai Kota Surabaya, Kamis (19/1). Muhammad Rizal menyeberang lebih dulu sambil membawa kotak angpao.
Dua temannya mendorong tambur yang diletakkan di troli beroda dua. Reyhan Surya yang ada di balik kostum barongsai mengangkat kepala singanya. Sementara Rais Pedok yang berada di bagian buntut mengikuti langkahnya.
Langit Surabaya sore itu begitu gelap. Mereka harus bergegas menuju area cafe, ruko, warkop, dan pertokoan di sekitar Balai Kota Surabaya dan SMA Kompleks.
Tabuhan tambur dan suara simbal menyedot perhatian setiap penghuni bangunan yang mereka datangi. Rupanya orang Surabaya cukup dermawan. Menjelang pulang, mereka mendapat lembaran uang Rp 100 ribu dan Rp 20 ribu.
“Sehari bisa Rp 1,5 juta,” kata Rizal. Itu penghasilan kotor. Belum dipotong dengan ongkos transportasi. Mereka rupanya sudah punya langganan Grab. Ongkos pulang pergi mencapai Rp 400 ribu.
Mereka tinggal di pinggiran Surabaya. Di ujung barat Sememi, perbatasan dengan Kabupaten Gresik. Ada tiga barongsai yang berkeliling. Mereka berpencar. Terkadang satu kelompok berisi lima orang. Kadang bisa sampai delapan.
Pukul 16.00 mereka harus menghentikan pertunjukan keliling itu. Angin berembus kencang dari arah barat. Hujan deras, turun tak lama kemudian.
Rizal mulai menghitung pendapatan hari itu. Sepertinya lumayan banyak. Mereka sudah berkeliling sejak pukul 08.00 hingga 16.00. Seharusnya mereka bisa berkeliling satu jam lagi, sebelum matahari terbenam. Namun cuaca sedang tidak bersahabat.
Tantangan mereka cuma hujan. Kalau hujan datang seharian, penghasilan mereka bisa nihil. Paling banter cuma dapat Rp 500 ribu.
Rizal bilang, mereka harus berkeliling ke jalan raya karena jadwal tampil di mal atau tempat wisata minim. Apalagi selama hampir dua tahun pandemi ini.
Biasanya tawaran tampil saat Imlek meningkat. Mereka cuma bisa berharap 1 Februari nanti, saat Imlek, Omicron tidak menggila. Kalau Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) diperketat lagi mereka cuma bisa gigit jari. (Salman Muhiddin)