Isran Noor menyatakan, di luar wilayah IKN kini memang jadi spekulasi para spekulan tanah. Harganya melejit sejak dua tahun lalu. Sejak ada wacana, ibu kota negara bakal pindah ke situ.
Camat Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Risman Abdul kepada wartawan di Sepaku Rabu (19/1) mengatakan:
"Harga tanah di sini naik drastis sejak ada pengumuman IKN, Agustus 2019. Tadinya Rp 35–40 juta per hektare, sekarang Rp 200–250 juta. Malah Rp 500 juta."
Edy Mulyadi mengatakan, pengembang membangun perumahan di proyek IKN, tidak benar. Gubernurnya mengatakan, itu tanah negara. Kalau pengembang membeli lahan di luar IKN, Edy menyinggung Hashim Djojohadikusumo, tidak ada masalah. Spekulasi bisnis, biasa.
Edy menyebut pengembang dari China, kalau perumahan tidak laku, bakal ditempati orang dari China, bisa benar bisa tidak. Tapi tidak logis. Karena negara China kini sangat kaya dan modern. Mereka menjajaki tinggal di planet Mars.
Tapi, pemolisian Edy juga salah. Tuduhan pencemaran nama baik berarti menggunakan Pasal 310 KUHP. Bunyinya:
"Barang siapa, dengan sengaja, menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum."
Pencemaran nama baik, yang secara langsung maupun melalui media sosial/internet adalah delik aduan. Delik yang hanya bisa diproses Polri jika ada pengaduan langsung dari korban. Bukan diwakilkan.
Itu juga ditegaskan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat memberikan instruksi kepada jajarannya dalam Rapim Polri, Selasa, 16 Februari 2021. Dikatakan:
"Jika ada pelaporan tertentu yang bersifat delik aduan, yang lapor harus korbannya. Jangan diwakil-wakili lagi. Ini supaya tidak ada asal lapor, nanti kita yang kerepotan."
Ternyata, laporan Gerindra Sulut sudah diterima Polda Sulut. Dengan nomor laporan polisi tersebut di atas.
Jika masuk ke materi perkara, inti pelapor adalah kalimat: "Prabowo mengeong." Dianggap penghinaan. Itu juga rumit. Penghinaan atau bukan. Tapi, menyimak konteks bicara Edy Mulyadi, arahnya menjatuhkan wibawa pejabat negara. Bukan kritik. Karena tanpa bukti.
Sedangkan motif politik di balik YouTube itu, Anda sudah tahu arahnya. (*)