HARUS ada perubahan besar agar masalah sampah Sidoarjo teratasi. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Jabon sudah penuh sejak akhir tahun lalu. Jika dibiarkan sampah-sampah di permukiman, pasar, hotel, hingga industri tidak akan terangkut.
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali menunjuk Bahrul Amig untuk memimpin Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Oktober tahun lalu. Ia harus mengurusi sampah Sidoarjo lagi setelah sempat dimutasi ke dinas perhubungan (dishub). “Piye carane (gimana caranya) TPA enggak laku. Tapi sampah tuntas,” ujar Amig Sabtu (29/1).
Tiga tahun lalu produksi sampah Sidoarjo mencapai 2.400 ton per hari. Yang masuk ke TPA mencapai 1.800 ton. Kini Amig harus mencari cara agar sampah yang masuk ke TPA tidak lebih dari 600 ton.
Sebenarnya Sidoarjo bisa meniru pengelolaan sampah di Surabaya. TPA Benowo sudah memiliki dua pembangkit listrik bertenaga landfill gas (LFG) dan gasifikasi. Sampah yang jadi bahan bakar gasifikasi mencapai 1.000 ton per hari.
BRIKET yang dihasilkan oleh TPA Jabon, Sidoaro. (BOY SLAMET-HARIAN DISWAY)Presiden sudah meneken Perpres 80/2019 tentang Proyek Strategis Nasional Gresik , Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan (Gerbangkertasusila). Sidoarjo dapat jatah 10 proyek. Salah satunya pengembangan TPA Jabon menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
Namun Amig melihat proyek itu belum tepat untuk Sidoarjo. Saat pengelolaan diserahkan ke swasta, pemkab harus mengeluarkan tipping fee yang membebani APBD. Itu sudah dirasakan Pemkab Surabaya yang harus membayar Rp 1,4 triliun selama 20 tahun kerjasama dengan PT Sumber Organik yang mengelola TPA Benowo.
“Kita pakai sistem sanitary landfill dari pusat. Angkanya Rp 380 miliar,” kata Amig. Tanah untuk sanitary landfill sudah disiapkan mencapai 5 hektare. Pemkab sudah mengantongi izin pakai lahan itu dari pemerintah pusat sejak November tahun lalu.
TEMPAT pengolahan sampah di Jabon, Sidoarjo. (BOY SLAMET-HARIAN DISWAY)Konsep sanitary landfill adalah memilah sampah dalam skala besar. Sudah terbangun instalasi pemilihan yang berada di dekat tumpukan sampah TPA Jabon. Sampah botol plastik, kaleng, dan kardus dipisahkan.
Sisanya dikirim pabrik briket yang lokasinya bersebelahan dengan depo pemilahan. Meski masih dalam tahap uji coba, briket yang dihasilkan per hari mencapai 4 ton. Target produksinya mencapai 8 ton per hari. “Permintaan sekarang saja sudah kewalahan. Jadi yang butuh briket memang banyak,” ujar Imam, teknisi mesin pengolahan briket kemarin (30/1).
Agar konsep itu berhasil, pemilihan di tingkat desa harus tuntas lebih dulu. Sampah yang datang ke TPA sudah dalam kondisi terpilah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di masing-masing desa. Pemerintah desa juga bisa mengolah sendiri sampah mereka menjadi briket atau kompos. “Kami serahkan ke kepala desa mau pakai swadaya masyarakat atau mau bikin badan usaha sendiri,” ujar Amig. (Salman Muhiddin)