Sebagai Badan Semi Otonom yang bergerak di bidang teater dan sastra, Teater Gapus Universitas Airlangga mengadakan kelas penulisan prosa dan puisi. Pengajarnya adalah para sastrawan ternama yang juga alumni teater tersebut.
TEATER GAPUS merupakan salah satu BSO tertua di Universitas Airlangga (Unair). Didirikan pada 1989 oleh beberapa mahasiswa sastra yang menaruh minat pada penulisan sastra, diskusi, dan sebagainya. Mereka membentuk Gardu Puisi. Yakni forum diskusi sastra. Pada 1994, kelompok tersebut berubah menjadi BSO dan melebarkan sayapnya di bidang teater. Jadi, awalnya memang dari diskusi sastra.
Hingga studi sastra dikelompokkan dalam fakultas yang terpisah dari FISIP, yakni Fakultas Sastra, Teater Gapus tetap eksis. Bahkan sampai kini. Ketika Fakultas Sastra sudah berganti nama menjadi Fakultas Ilmu Budaya.
’’Sepanjang sejarah, Teater Gapus telah menghasilkan banyak aktor dan penulis ternama. Bahkan tingkat nasional,’’ jelas Adnan Guntur, ketua Teater Gapus. Nama-nama penulis yang dihasilkan dari Teater Gapus antara lain: Mashuri, Indra Tjahjadi, F. Aziz Manna, Ribut Wijoto, dan penyair muda yang cukup populer: Nanda Alifya Rahma.
Pelajaran sastra memang tak cukup disampaikan di kelas saja. Selain kegiatan-kegiatan rutin seperti pementasan teater, para anggota Teater Gapus juga menyelenggarakan Kelas Penulisan Prosa dan Puisi. Kelas tersebut bebas diikuti anggota Teater Gapus. Penyelenggara kerap menghadirkan para prosais maupun penyair ternama.
Misalnya dalam kelas keenam yang berlangsung Desember lalu. Kelas tersebut menghadirkan Nanda Alifya Rahma. Dia membagikan metode penulisan puisi serta menguraikan hubungan antara puisi dan alam bawah sadar. ’’Sekarang semua kelas menulis diselenggarakan secara online. Suasana pandemi belum memungkinkan untuk melakukan tatap muka,’’ ujar Adnan.
Tentang Kesadaran dan Bawah Sadar
Kaitan puisi dan alam bawah sadar dapat dijelaskan secara rinci dalam keilmuan psikologi. ’’Baik psikologi yang diambil dari filsafat murni atau psikologi secara umum,’’ jelas Nanda. Bagi dia, cerminan kata dalam puisi berikut ekspresi, seluruhnya berasal dari alam bawah sadar manusia.
Pertama, Nanda menjabarkan apa yang dimaksud dengan kesadaran dan bawah sadar. Kesadaran adalah momen atau ruang untuk mengenali hubungan-hubungan atau logika secara wajar. ’’Ruang dalam pikiran kita yang menuntun kesadaran seseorang untuk menuangkan kata dan kalimat menjadi puisi,’’ dia menerangkan.
Sedangkan bawah sadar merupakan momen atau ruang mengenali hubungan-hubungan atau logika liyan, logika mimpi. ’’Jadi berhubungan dengan imajinasi,’’ ungkap dia.
Alam bawah sadar bagi Nanda memiliki ’’penghuni’’. Antara lain: apa-apa yang aneh, apa-apa yang simbolik, serta apa-apa yang spontan. Segala hal tersebut mempengaruhi pola pikir manusia dan menentukan bagaimana cara mereka berperilaku atau berekspresi. Demikian pula yang terjadi, ketika seseorang memutuskan untuk menuangkan ekspresinya dalam bentuk puisi.
Puisi sebagai rangkaian kata-kata yang mencerminkan ekspresi dan mengandung beragam arti selalu memiliki ciri khusus. Yakni ketidaklangsungan ekspresi. Menurut Nanda, bahkan puisi yang paling realis atau paling wajar sekalipun, memiliki kecenderungan tersebut.