PERSOALAN kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng (migor) sebetulnya ironis. Mengingat, Indonesia termasuk negara penghasil sawit terbesar di dunia. Dalam setahun bisa mencapai 43–47 juta ton. Dengan estimasi, 1 ton bisa diolah menjadi 1.000 liter.
Padahal, pemerintah sudah turun tangan. Beberapa kebijakan sudah dikeluarkan. Misalnya, menetapkan harga eceran tertinggi (HET). Untuk migor curah Rp 11.500 per liter dan migor kemasan Rp 13.500 per liter. Selain itu, setiap pelaku ekspor juga diwajibkan menyetor 20 persen hasil produksinya untuk pasar domestik.
”Konsumsi migor kita juga tak terlalu tinggi. Sekitar 11,6 liter setiap orang per tahun,” kata ekonom Universitas Airlangga Imron Mawardi. Namun, kelangkaan dan tingginya harga tetap saja terjadi.
Penetapan HET memang ditujukan agar harga terjaga. Terutama untuk menghindari ulah para kartel. Mereka mengambil keuntungan di pasar. Lalu, kenapa belum bisa terealisasi di pasar?
Imron menyebutkan bahwa pasokan migor curah masih kurang. Para pedagang masih mendapat harga kulakan yang tinggi. Selain itu, ada hubungan paralel antara hulu dan hilir. Artinya, arus distribusi harus diatur lagi.
Sementara itu, Pemprov Jatim masih terus berupaya menangani persoalan migor. Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa sudah memastikan produksi pabrik migor di Jatim sangat tinggi. Bahkan, bisa surplus hingga 4 ribu ton per bulan.
Produksi migor Jatim mencapai 63 ribu ton per bulan. Sedangkan kebutuhan masyarakat mencapai 59 ton per bulan. Khofifah menilai, ada mata rantai distribusi yang terputus. Yakni, antara produsen dan ritel atau toko modern.
”Kenapa di pasar ritel modern banyak yang kosong. Bahkan, ada yang seminggu kosong,” jelas Khofifah.
Ia sudah melaporkan persoalan itu ke menteri perdagangan. Janjinya dalam seminggu ini Mendag bakal menyelesaikannya.
Mendag akan menggelontorkan migor curah. Ditujukan ke 26 pasar yang ada di Jatim. Berdasar sampling dari Badan Pusat Statistik Jatim. Namun, belum diketahui berapa jumlah migor curah tersebut.
Saat ini, Pemprov Jatim juga memonitor terkait rantai distribusi migor hingga ke tingkat konsumen. Mantan menteri sosial itu enggan menanggapi soal dugaan adanya penimbunan migor. ”Saya gak bilang begitu (penimbunan), tapi ini sedang proses monitoring rantai distribusinya,” tegasnyi. (Mohamad Nur Khotib)