Pas Memarodikan Mona Lisa

Selasa 22-02-2022,06:34 WIB
Editor : Heti Palestina Yunani

Melalui lukisan, Nazib Muzaka bisa melalukan apa saja. Termasuk menertawakan sebuah topik. Seperti ketidakberdayaan dunia kala pandemi datang. Itulah sisi nikmat seni rupa yang ingin diterjuni Nazib.

Nazib masih ingat, beberapa tahun setelah lulus, gurunya yang juga pengasuh saat ia  menjadi santri Pondok Pesantren Sunan Drajat, Lamongan, KH Abdul Ghofur, mengisi pengajian di kampung halamannya, Deket, Lamongan.

Ia menyaksikan dakwah gurunya itu sambil melukis sosoknya. Usai pengajian, Nazib menyerahkan lukisan wajah itu untuk gurunya. ”Abah Ghofur senang sekali. Beliau menepuk pundak saya sambil tersenyum,” ujar Najib.

Di depan jamaah, KH Ghofur berkata sambil memegang lengan mantan santrinya itu: ”Iki santriku biyen. Suk mesti dadi pelukis ngetop!

Cinta dan Harapan

Maksudnya, KH Ghofur mendoakan Najib kelak dapat menjadi pelukis top. Tentu saja Nazib mengamini hal itu dan berharap doa gurunya kelak dapat terwujud. Meskipun tak ada dalam keluarga Nazib yang menempuh jalan itu.

Untungnya ayah Nazib yang menjadi tokoh agama atau dikenal sebagai kiai di kampungnya, tak sekali pun membatasi kegemaran Nazib melukis. Bahkan mendukung penuh. ”Enggak ada keluarga saya yang mengharamkan atau melarang sebuah karya seni,” terangnya.

Lingkungan Najib tahu betul tentang konteks karya seni dalam kacamata agama. Kalau dulu konteksnya disembah atau dipuja. Sekarang hanya jadi pajangan dinding. Media berekspresi yang mengungkapkan makna sebagai sarana pengingat.

Jadi ketika sejak kecil Nazib gemar melukis, kegiatan itu dilakoninya dengan bebas. Bahkan objek yang dipilih untuk mengasah kemampuannya adalah figur manusia atau hewan yang konon dilarang untuk digambar. ”Saya belajar apa saja. Ya anatomi, teknik arsiran, dan sebagainya,” ungkapnya.

Awalnya Nazib suka menggambar menggunakan pensil. Ketika dewasa, ia sempat jarang melukis karena bekerja. ”Hanya sesekali kalau sedang senggang banget. Waktu itu masih menggunakan pensil,” ungkapnya.

Sebagai pelukis yang baru berkriprah, Nazib baru benar-benar fokus melukis setelah ia resign dari pekerjaannya pada awal 2020. ”Lantas pandemi datang. Jadi lebih banyak waktu luang. Otomatis membuat saya lebih sering melukis,” ungkapnya.

Selama pandemi ia sempatkan mengunjungi beberapa pelukis untuk lebih banyak belajar dari mereka. Di antaranya Nasirun dan Joko Pekik di Yogyakarta. ”Dari mereka saya mempelajari tentang teknik komposisi gambar, anatomi, figur, dan pewarnaan,@ bebernya.

Sebenarnya Nazib baru benar-benar yakin menerjuni seni rupa setelah ia mengikuti lomba melukis realis secara online pada 2021. Lomba yang diselenggarakan komunitas Lukis Realis Indonesia itu meminta peserta memilih salah satu dari tujuh foto sebagai materi melukis.

The Champion

Nazib memilih foto Sonia Fergina, Putri Indonesia 2018. Menurutnya, dari sisi wajah, ekspresi, dan kostum, cukup susah dilukis. ”Saya sengaja men-challenge diri saya. Bisa atau tidak saya melukis foto tersebut,” terang ayah satu anak itu.

Ornamen pada pakaian Sonia, ekspresi, dan latar foto yang rumit digambar dengan detail Nazib. Tak dinyananya, karyanya itu mengantarkan Nazib dinobatkan sebagai juara satu.

Ia menyisihkan ratusan peserta lainnya dari seluruh Indonesia. ”Saya memberi judul karya saya itu dengan The Champions. Kok pas memang jadi champion. Itulah  lukisan yang menjadi titik balik saya. Dari lomba itu saya merasa ter-support sebagai pelukis,” ujarnya.

Tags :
Kategori :

Terkait