SATUAN Reserse Kriminal (Satreskrim) Polrestabes Surabaya mulai melakukan penyelidikan terkait laporan dugaan penggelapan uang pembangunan Masjid Al-Islah, Kenjeran. Berdasar audit awal, uang yang hilang itu Rp 2,8 miliar.
Dugaan sementara, Wahid Anshori yang menggelapkan. Ia mantan ketua takmir Masjid Al-Islah. Ia juga mantan ketua panitia pembangunan masjid itu. Tindakan kriminal tersebut dilakukan saat ia masih menjabat dua jabatan tersebut. Yakni, sejak 2017 sampai 2020.
Pengurus masjid itulah yang melaporkan Wahid ke polisi. Dugaan tersebut akhirnya muncul ke permukaan setelah Wahid membeli mobil baru. Mobil itu dibayar cash. Ia juga membangun rumah di Desa Turi, Lamongan.
Padahal, Wahid hanya guru honorer di salah satu sekolah di Surabaya Utara. Sementara itu, istrinya hanya sebagai tukang jahit. Itu juga, usahanya tidak besar. Hanya menerima sesekali jahitan baju dan permak dari masyarakat sekitar.
Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Mirzal Maulana mengatakan, hingga saat ini pihaknya masih memanggil beberapa saksi guna mendukung penyelidikan yang mereka lakukan. ”Masih proses ini,” katanya kemarin (23/2).
Ia bersama timnya juga saat ini masih mengumpulkan bukti-bukti yang menguatkan laporan tersebut. Dengan demikian, kalau polisi sudah mengantongi beberapa bukti, kasus tersebut akan dinaikkan ke penyidikan. ”Sampai saat ini terlapor masih saksi,” tambahnya.
Sementara itu, Didik Suko Sutrisno selaku juru bicara pelapor, yakni Ustad Syuaib mengaku, sudah dipanggil ke Polrestabes Surabaya untuk dimintai keterangan.
”Tadi saya sudah di-BAP (berita acara pemeriksaan). Saya dengan Ustad Syuaib. Tadi sekitar dua jam diperiksa oleh penyidik. Ada 14 pertanyaan yang diberikan ke saya. Kalau Pak Ustad, saya tidak tahu berapa pertanyaan yang diberikan,” ungkapnya.
Saat memeriksa siang kemarin (23/2), penyidik minta bukti otentik. Bukti itu berupa nota dan kuitansi pemberian uang Rp 4 juta. Juga, laporan pertanggungjawaban (LPj) dari penggalangan dana yang dilakukan untuk masjid itu.
Selain itu, rekapitulasi penggalangan dana yang didapat setiap hari. Juga, identitas para penggalang dana. Polisi memberikan deadline sampai Kamis (24/2). ”Kami sudah berkoordinasi dengan panitia pembangunan. Terutama sekretaris dan bendahara,” paparnya.
Di hari yang sama, mereka juga memenuhi panggilan Komisi C DPRD Kota Surabaya. Saat itu mereka bertemu dengan Ghoni Muklas Ni’am. Dari pertemuan tersebut, politikus PDIP itu mengaku akan membantu dugaan penggelapan dana tersebut. Sehingga dapat lebih cepat diproses di kepolisian.
Ghoni hanya minta notula hasil pertemuan di kecamatan. Pertemuan saat mediasi antara warga, terlapor, polsek, dan camat. Termasuk notula terkait sanggahan dari LPj yang diberikan Wahid, berkaitan dengan penggunaan dana Rp 4 juta yang diambil dari penggalang dana.
”Kesulitan kami adalah saat itu fokus kami hanya menggantikan terlapor itu saja, sebagai ketua panitia pembangunan. Belum ada juga ujung dari pertemuan itu. Kapolsek saat itu hanya meminta kepada Wahid untuk mengembalikan selisih uang tersebut,” ucapnya.
Namun, dalam permasalahan itu, Ghoni menyoroti pembayaran izin mendirikan bangunan (IMB) yang dilakukan setiap bulan. Itu juga, nominalnya selalu berubah. ”Itu yang kami ditugaskan saat pertemuan di DPRD tadi,” terangnya.
Sementara itu, Ghoni membenarkan adanya pertemuan tersebut. Ia memang meminta bukti-bukti yang ada. Pun, ia ingin agar kasus tersebut cepat selesai. Ia khawatir kejadian itu akan berdampak pada pembangunan masjid lainnya. ”Ini kan perbuatan oknum. Jangan sampai mencoreng semuanya,” ucapnya. (Michael Fredy Yacob)