Tradisi Bali amat dominan dalam lukisan Made Gunawan. Karyanya yang bergaya modern-dekoratif, tak pernah meninggalkan adat istiadat tanah kelahirannya. Itulah yang menguatkan karakter karyanya.
Selama gelaran art exhibition bertajuk Living in Harmony di Four Points by Sheraton Surabaya, Pakuwon Indah, 16 karya Made Gunawan seolah membawa Bali ada di hotel tersebut.
Semua karya itu kuat merepresentasikan Made Gunawan sebagai orang Bali. ”Karya seni kan sebenarnya tak akan pernah terlahir dari ruang kosong. Jadi jika semua kental dengan nuansa Bali ya memang inilah kehidupan saya,” tegas Made Gunawan.
Sebagai orang Bali asli, darah seni mengalir deras dalam diri Made Gunawan sejak lahir. Bahkan proses menjadi seniman dimulainya sejak kecil. Berkat bimbingan keluarganya. Maklum, ayah dan tiga saudaranya merupakan seniman pedalangan dan tari.
Hanya Made Gunawan, si bungsu, yang memilih jalur seni rupa. ”Latar belakang keluarga saya yang seniman itulah yang membuat saya menyukai segala seni. Cuma, seni rupa itu lebih menarik karena saya bisa berkomunikasi dan berfilosofi melalui bahasa visual,” terangnya.
Untuk mendukung minatnya, Made Gunawan masuk Sekolah Teknik Ukir (STU) saat SMP. Lantas melanjutkan ke SMSR Denpasar dan berkuliah di STSI Denpasar atau yang sekarang disebut sebagai ISI Denpasar.
Selain mencintai seni, Made Gunawan sangat menjunjung tinggi tradisi. Bahkan hal itulah yang menguatkan identitas diri berikut karyanya. Maka tak heran bila lukisan Made Gunawan selalu menyentuh tradisi. ”Sesuai pesan orang tua, mau semodern apa pun kehidupan jangan sampai saya meninggalkan tradisi,” ungkapnya.
Tradisi Bali itu bukan saja menarik sebagai objek imajinasi, namun tradisi memang tak lepas dari amatannya setiap hari. ”Hebatnya, meskipun Bali masuk dalam arus modernisasi yang cepat, tapi tak sampai mengganggu keaslian adat istiadat setempat,” terangnya, bangga.
Sesuai tradisi Bali, karya Made Gunawan selalu cenderung mengurai keharmonisan semesta. Seperti yang disebut dalam tradisi Bali sebagai Bhutahita atau Jagathita. Konteks keharmonisan itu ada dalam bentuk gunung sebagai hulu alam.
Selain sebagai wadah tetumbuhan tumbuh subur, habitat ideal beragam jenis satwa, dipakai sebagai tempat tinggal manusia. Para resi dan orang-orang suci mendapat pemikiran jernih dan wahyu dari tempat-tempat yang hening dan asri dalam lingkungan gunung.
Hal itu termuat dalam kitab-kitab Hindu, salah satunya Reg Weda. Dalam pewayangan, baik di Bali maupun Jawa, pembukaan dan penutupan pasti memakai gunungan, bukan. ”Kami menyebutnya kayonan. Itu penanda keharmonisan alam semesta,” ungkapnya.
Misalnya dalam Good Morning #3 yang mengolah beberapa objek gunung. Jika pohon sebagai wujud alam yang banyak dimanfaatkan manusia, maka gunung adalah wadah bagi tumbuh suburnya pohon-pohon.
Tampak garis-garis biru melengkung seperti tak berpola. Padahal jika diamati lebih dalam, hal itu membentuk objek gunung. Detail daun-daun emas yang tertoreh di beberapa sudut dan matahari yang memancar di tengah kedua puncaknya adalah gambaran fajar.