Nama tokoh dan lakonnya juga disesuaikan dengan kebudayaan setempat. ’’Ada tokoh Pak Haji, Pak Lurah. Ceritanya tentang keseharian di Jawa ini,’’ ujarnya.
Namun, kesenian itu tidak bertahan lama. Alasannya ya itu: capek. Orang yang menanggap tidak banyak. Padahal, jantung kesenian panggung adalah tanggapan itu. Jika tidak ada orang yang menyewa, lambat laun kesenian tersebut akan lenyap… (Doan Widhiandono)
Edisi sebelumnya: Latih Musik demi Sesuap Nasi