Duel Big Data yang Sama-Sama Kosong

Rabu 16-03-2022,04:00 WIB
Editor : Yusuf M. Ridho

Kunjungan Puan disambut Ketua PBNU Yahya Cholil Staquf. Lalu, apa kata Gus Yahya?

Gus Yahya: ”Karena NU ini kan rakyat dan Bu Puan ini ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Sehingga ada banyak hal yang ke depan bisa kita upayakan bersama untuk memecahkan masalah bersama yang dihadapi khalayak kita.”

Hanya simbol. Bahasa simbol. Bahasa Puan menyimbolkan ”wong cilik”, sedangkan Gus Yahya, ”khalayak kita”. Seragam makna.

Soal wacana tunda pemilu, tidak istimewa. Biasa. Sudah sering terjadi. Dalam sejarah Indonesia, sudah dua kali penundaan pemilu.

Sejarawan dan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Asvi Warman Adam mengisahkan, penundaan pemilu dilakukan di awal masa Orde Baru, 1968.

Asvi: ”Kan, Soeharto baru jadi presiden penuh pada Maret 1968. Sebelumnya, 1967, ia penjabat presiden. Sedangkan untuk menyelenggarakan pemilu bulan Juli 1968, dirasa terlalu singkat dari Maret, ia merasa tidak siap. Jadi, diundur tahun 1971.”

Padahal, Jenderal TNI (purn) Abdul Haris Nasution, yang saat itu ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), telah membuat ketetapan pada 5 Juli 1966.

Isi Pasal 1 Ketetapan MPRS Nomor XI/MPRS/1966 itu, begini:

”Pemilihan umum yang bersifat langsung, umum, bebas, dan rahasia diselenggarakan dengan pungutan suara selambat-lambatnya pada tanggal 5 Juli 1968.”

Ternyata pemilu digelar 5 Juli 1971. Atau, setahun lebih setelah Presiden Soekarno meninggal dunia, 21 Juni 1970.

Pemenangnya Partai Golkar. Mendominasi DPR, perolehan kursi 62,80 persen. Soeharto dipilih MPR sebagai presiden.

Berikutnya, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menuturkan, sesuai peraturan, pemilu digelar lima tahun sekali. Dari Pemilu 5 Juli 1971, semestinya pemilu berikutnya tahun 1976.

Ternyata tidak. Dimundurkan lagi oleh Presiden Soeharto. Ke pemilu serentak 2 Mei 1977. Memilih anggota DPR dan DPRD. Lengkap, dua kali ditunda.

Penetapan tanggal pemilu sih soal biasa. Yang penting, simbol.

Manusia adalah makhluk simbol. Sangat kaya simbol. Inovatif. Menggeleng berarti tidak. Mengangguk berarti iya. Melirik bisa beraneka ragam. Termasuk lirikan asmara.

Simbol-simbol politik sudah ambyar berantakan sekarang. PDIP yang disimbolkan pendukung pemerintah bertentangan dengan Luhut yang juga disimbolkan sebagai pemerintah.

Tags :
Kategori :

Terkait