Kunci Amandemen di Kalung Banteng

Kamis 17-03-2022,04:00 WIB
Editor : Yusuf M. Ridho

Jika partai yang dipimpin Megawati itu satu barisan dengan Luhut, PKB, Golkar, dan PAN, sudah pasti jalan amandemen lancar. Para pengusul yang baru mengumpulkan 187 suara, bila ditambah 128 (PDIP), menjadi 315 suara. Otomatis akan lancar pengusulannya.

Dengan kekuatan besar tersebut, tentu akan memudahkan mereka mencari suara tambahan lain. Apalagi, seperti PPP yang sempat ada berita menyebutkan ikut bertemu Luhut. Juga bisa bergerilya cari dukungan di DPD.

Ibaratnya, kunci utama untuk memasuki amandemen kini nempel sebagai kalung banteng moncong putih. Mau digunakan atau tidak?

Namun, realitasnya, justru PDIP yang paling keras menentang ide pengunduran pemilu. Para politikus banteng moncong putih secara bergantian menegaskan penolakan suara Luhut dan Muhaimin itu.

Bukan hanya Puan. Sekjen Hasto Kristiyanto, misalnya, mempertanyakan kapasitas Luhut yang cawe-cawe masalah pemilu. Seharusnya itu urusan Menko Polhukam Mahfud MD dan Mendagri Tito Karnavian. Urusan Luhut adalah bidang kemaritiman dan investasi.

Masinton Pasaribu, politikus PDIP lain, juga mengkritik Luhut. Ia menilai, klaim Luhut tentang big data yang menyebut 110 juta warganet cenderung menunda pemilu harus dibuka ke publik. Kalau tidak, itu hanya big mouth.

Kelompok penolak penunda pemilu juga datang dari berbagai elemen masyarakat. Sebagian pengamat politik di kampus menganggap sebagai bahaya demokrasi bila pemilu nekat diundur. Kelompok buruh yang dipimpin Said Iqbal mengancam demo besar-besaran bila terjadi pengunduran.

Berbagai survei juga menunjukkan, sebagian besar masyarakat menolak pemilu. Survei LSI, hasilnya: 70,7 persen menginginkan Jokowi berakhir 2024. Survei Charta Politika: hampir 70 persen menolak pemilu ditunda.

Survei LSI Denny J.A.: 65,1 persen menolak penundaan pemilu. Survei Kompas: 62,3 persen setuju pemilu tetap 14 Februari 2024 (tidak ditunda).

Tapi, apakah pemilu ditunda atau tidak, yang menentukan elite politik.

Yang pasti, pendukung pemerintah pecah. Koalisi tak kompak. Sesekali netizen menyebut cebong vs cebong. Kini para politikus itu dalam ujian. Hasil survei Kompas menyebutkan,  penundaan pemilu hanya untuk mengakomodasi kepentingan politik (66,7 persen).

Arus besar suara publik (hasil survei dan cermin media) berada di belakang para elite politik yang menolak pengunduran pemilu.

Namun, kita tidak tahu, bila nanti pada akhirnya ada yang masuk angin. (*)

 

 

 

Tags :
Kategori :

Terkait