MASYARAKAT sekitar Masjid Al-Islah, Kenjeran, mulai geram. Proses hukum yang menjerat Wahid Ansori, mantan ketua panitia pembangunan masjid, masih bergulir. Tetapi, penggalangan dana pembangunan masjid masih berjalan.
Padahal, saat koordinasi dengan perangkat desa dan kecamatan, semua pihak minta agar penggalangan dana itu dihentikan sementara. Sampai proses hukum yang dijalani Wahid Ansori selesai. Namun, instruksi tersebut malah tidak diindahkan. Penggalangan dana terus berlanjut.
Warga sekitar pun protes. Mereka memasang banner di simpang empat dekat masjid itu. Banner putih tersebut bertulisan Stop galang dana pembangunan Masjid Al-Islah. Banner itu dipasang sekitar pukul 04.00.
”Sebenarnya kami itu tidak tahu apa pun. Tapi, ternyata mulai ribut. Ada dugaan penggelapan dana dari Wahid Ansori. Panitia pembangunan harus mempertanggungjawabkan uang masyarakat yang diberikan ke masjid,” kata Ketua RW Lebo Agung Yerry C. saat dihubungi Harian Disway Jumat (18/3).
Ternyata, pemasangan banner itu dinilai sebagai tindakan premanisme. Penggalang dana ngamuk dengan adanya banner tersebut. Tiga orang penggalang dana langsung mencabut banner itu dan merobeknya. Masyarakat yang mengetahui tindakan tersebut langsung mengamuk.
Pagi itu hampir terjadi keributan. Beruntung, ketua RW datang untuk meredam emosi tersebut. Semua warga yang terbalut emosi hanya diam saat menyaksikan para penggalang dana kembali ke rutinitasnya. Yakni, mengumpulkan sumbangan untuk pembangunan masjid.
”Kami (para warga, Red) ini sebenarnya tidak ikut-ikutan. Tapi, karena ada dugaan penggelapan ini, kami malah kena imbasnya. Padahal, kami sendiri tidak tahu apa-apa. Di sisi lain, juga bukan wewenang kami. Semua wewenang pengurus masjid,” tegasnya.
Akhirnya, ia mengajak para warga yang emosi itu untuk bertemu dengan lurah. Saat itu bhabinkamtimas Polsek Kenjeran juga hadir. Mereka langsung menyampaikan aspirasi tersebut.
”Saya tidak menginginkan lainnya. Tapi, itu merupakan wilayah kami. Jadi, tolong selesaikan dulu masalah hukumnya. Toh, sudah ada pelapor dan terlapor. Setelah itu, mau lanjut juga tidak masalah. Kami tidak akan ikut campur,” tambah Yerry.
Tindakan pemasangan banner itu bukan tindakan premanisme. Ia melakukan itu untuk menampung aspirasi masyarakat. Para warga sangat resah dengan kejadian tersebut. ”Setiap saya melakukan sesuatu, pasti koordinasi dengan camat,” ucapnya.
Belakangan diketahui, ada aktor yang membakar sumbu para penggalang dana itu. Mereka pun berani untuk mencopot dan merobek banner tersebut. Oknum itu juga yang tidak setuju dengan tindakan yang dilakukan masyarakat.
Kejadian itu bermula saat Wahid Ansori dilaporkan ke polrestabes. Dengan dugaan penggelapan dana bantuan pembangunan masjid. Saat dilakukan audit independen, terdapat selisih uang sekitar Rp 2 miliar. Kini polisi masih menyelidiki kasus itu. (Michael Fredy Yacob)