Tidak Tahu bahwa Itu Melanggar Hukum Indonesia

Kamis 24-03-2022,04:00 WIB
Editor : Noor Arief Prasetyo

DI bawah teriknya matahari, Yevhen Kuzora hanya duduk terdiam. Pandangan lurus ke depan. Dengan pikiran yang berantakan. Saat itu ia sedang menunggu waktu sidang dimulai. Ia terjerat kasus pencurian data nasabah (skimming). Saldo ratusan orang pun hilang.

Dalam benaknya, warga Negara Ukraina itu hanya ingin cepat pulang ke negaranya. Ia ingin bertemu dengan anak dan istrinya. Sebab, semenjak terjadi perang Ukraina melawan Rusia terjadi, keluarga kecilnya menghilang. Entah mengungsi ke mana.

”Sejak ditahan, saya sudah tidak pernah berkomunikasi dengan keluarga saya. Tapi, mereka mengetahui kalau saya ditahan,” katanya kemarin (23/3).

Ia juga tidak mengetahui kondisi tempat tinggalnya saat ini.

Yevhen hanya bisa menggunakan bahasa negaranya. Ia tidak bisa berbahasa Inggris. Ia hanya bisa berkomunikasi dengan menggunakan fasilitas Google Translate. Ia tidak bisa leluasa untuk menceritakan kondisi yang dialaminya itu.

Namun, yang pasti, Yevhen tidak mengetahui bahwa pekerjaan yang mengantarkan dirinya ke Indonesia itu ternyata tindak kriminal. Saat itu ia berkenalan dengan seseorang di media sosial. Sampai saat ini pria berkulit putih itu tidak mengetahui nama orang tersebut.

”Ia tidak memperkenalkan dirinya dan minta saya untuk tidak menanyakan pertanyaan yang tidak perlu. Saya hanya diminta melakukan pekerjaan. Hanya saya yang memberi tahu nama panggilan saya,” tambahnya.

Ia ditawari pekerjaan orang tersebut. Karena keluarganya membutuhkan uang, ia mengambil tawaran tersebut. Ia dijanjikan upah Rp 10 juta setiap kali pekerjaan tersebut selesai. ”Orang itu sempat mengirimkan uang ke rekening saya,” ucapnya.

Untuk melakukan pekerjaan itu, Yevhen diberi arahan. Awalnya ia tidak mengetahui kalau pekerjaan yang dilakukan itu melanggar hukum di Indonesia. Setelah ditangkap dan disidang, barulah ia mengetahui bahwa pekerjaan itu salah.

”Jujur, saya tidak mengetahui pekerjaan yang dilakukan itu adalah pekerjaan yang kotor. Saya hanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga saya di Ukraina. Anak saya baru berusia 4 tahun,” bebernya.

Tindak pidana itu berawal saat Agustus 2021 Yevhen Kuzora mencari pekerjaan di internet. Setelah mendapat pekerjaan, ia diminta untuk menginstal aplikasi Wickr Me. Oktober 2021 ia diminta untuk ke Indonesia. Tujuannya, Denpasar dan Surabaya.

Saat berada di Denpasar, Yevhen diberi tugas mengambil gambar mesin ATM. Juga, menunjukkan lokasi mesin ATM itu. Lalu, dokumen elektronik tersebut dikirim dengan menggunakan aplikasi Wickr Me.

Sebulan di Pulau Dewata, ia berangkat ke Surabaya. Di kota itu, ia diberi tugas sama. Selanjutnya, ia menggunakan software khusus untuk mengakses data nasabah dengan menggunakan laptop. Aksinya itu diarahkan temannya.

Bahkan, ia bisa mengakses data elektronik di salah satu bank di tanah air. Juga, mengetahui data pribadi nasabah. Termasuk PIN ATM nasabah di bank tersebut. Setelah itu, ia memindahkan saldo milik nasabah tersebut ke rekening lain. Sesuai petunjuk bosnya.

Karena perbuatannya itu, sejumlah nasabah kehilangan uang. Total kerugiannya sekitar Rp 3,4 miliar. Karena perbuatannya itu, Yevhen terjerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Tags :
Kategori :

Terkait