”Tersangka S kami kenakan Pasal 341 KUHP,” kata Maruli.
Pasal 341 KUHP, bunyinya: ”Seorang ibu yang karena takut akan diketahui bahwa ia melahirkan anak. Dengan sengaja menghilangkan nyawa anaknya pada saat anak itu dilahirkan, atau tidak lama kemudian. Diancam karena membunuh anak sendiri. Dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”
Tentang dugaan pemerkosaan, Maruli mengatakan, akan diusut.
Polisi bakal kesulitan untuk mengusut dugaan pemerkosaan terhadap S. Pertama, lokasinya bukan yurisdiksi (lingkup kuasa wilayah hukum) Polres Serang Kota. Tapi, tetap bisa koordinasi.
Kedua, pemerkosaan terjadi lebih dari sembilan bulan lalu. Bukti-bukti hukum bakal sulit didapat. Tanpa visum et repertum.
Pemerkosaan diatur di Pasal 285 KUHP, bunyinya: ”Tindakan atau perbuatan laki-laki yang memaksa perempuan agar mau bersetubuh dengannya di luar perkawinan. Dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan.”
Sedangkan, S mengaku diperkosa dalam kondisi mabuk. Masih harus dibuktikan lagi, apakah dia mabuk atas inisiatif sendiri atau akibat paksaan? Seandainya atas inisiatif sendiri, itu tidak masuk pemerkosaan.
Pastinya, S sudah ditahan atas pembunuhan bayi, anak dia sendiri. Dia wanita sederhana, pembantu rumah tangga. Miskin pengetahuan, miskin harta. Yang belum tentu punya niat jahat.
Atau, bisa jadi dia melakukan kejahatan. Atas rentetan peristiwa yang punya hubungan kausalitas.
Dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara, S berhak mendapatkan pendampingan hukum gratis, ditanggung negara. Seandainya melacak dugaan pemerkosaan di Batam, kuasa hukum bakal melewati jalan sulit berliku. (*)