SURABAYA, HARIAN DISWAY - Siapa tak kenal sosok Pahlawan Nasional Oto Iskandar Di Nata? Rupanya, sosok tersebut tak hanya berjuang dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Lewat bukunya, Iip D Yahya menguak fakta baru. Bahwa Oto adalah salah satu perintis TNI.
Riset Iip tentang Oto dimulai sejak 2003. Ia menggali berbagai data sejarah baik dari dalam maupun luar negeri, seperti catatan-catatan era kolonial dan sebagainya. “Riset awal itu berbuah hasil. Pada 2008, saya membukukan karya pertama tentang Oto, berjudul Oto Iskandar Di Nata: The Untold Stories,” ungkapnya.
Meski telah menghasilkan buku, Iip sepertinya masih kurang puas. “Saya terus menggali hingga menemukan banyak fakta baru,” ungkapnya.
Fakta-fakta terbaru yang didapat Iip cukup mengejutkan. Salah satunya, bahwa Oto merupakan salah satu perintis berdirinya TNI. “Seperti tercantum dalam buku From Jail to Jail karya Tan Malaka. Pada bagian Appendix A Biographical Sketches, menyebutkan bahwa Oto adalah tokoh yang dikenal sebagai pendiri militer pertama Republik Indonesia, yaitu Badan Keamanan Rakyat,” ungkapnya.
Temuan-temuan terbaru itulah yang dibukukan Iip sebagai karya kedua tentang Oto. Berjudul Oto Iskandar Di Nata: Perintis Tentara Nasional Indonesia. Diterbitkan oleh Paguyuban Pasundan dan Pro-Public Bandung, dirilis pada 4 Juni lalu.
Dalam buku pertama, Iip menguak berbagai informasi tentang Oto dalam bentuk fragmen-fragmen. Meliputi keseharian, kiprah dan sebagainya.
Sedangkan dalam buku kedua, Iip berupaya meyakinkan pembaca, bahwa Oto berjasa besar dalam proses awal pembentukan TNI. “Sekaligus menjabarkan kiprah beliau sejak 1942 sampai 5 Oktober 1945,” ujar pria kelahiran 17 Juli 1970 itu.
Selama ini, publik mengetahui bahwa Oto Iskandar Di Nata ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 1973. Selang 39 tahun kemudian, pada 2013, Museum Perumusan Naskah Proklamasi menetapkan Oto sebagai salah satu perumus naskah proklamasi berdasarkan kesaksian BM Diah.
Nama Oto seakan hilang dari berbagai literatur sejarah terkait perintisan TNI. Iip berpendapat, bahwa hilangnya nama Oto adalah dampak dari peristiwa penculikan dan pembunuhan sosok tersebut di Teluk Mauk, oleh Laskar Hitam. “Peristiwa tragis itu memroduksi berbagai rumor dan fitnah yang cenderung menggiring publik pada kisah konspiratif,” ungkapnya.
Pelan tapi pasti, sejarah ‘bekerja’ membersihkan nama Oto. Juga melalui buku kedua tersebut, terkuak bahwa setelah Oto dibunuh pada 20 Desember 1945, tujuh tahun kemudian publik kembali mengingat jasa-jasanya.
Upaya itu dilakukan oleh Partai Kebangsaan Indonesia (PARKI) yang merupakan kelanjutan dari Paguyuban Pasundan. Mereka membuat monumen Oto di Pasir Pahlawan Lembang. Air laut dan pasir dari Pantai Mauk, dijadikan simbol jenazah Oto. Kemudian dikuburkan di dalam monumen tersebut.
Tentu fakta-fakta dalam buku Oto Iskandar Di Nata: Perintis Tentara Nasional Indonesia. dapat mengubah berbagai pandangan tentang sosok Oto, baik dalam literatur sejarah maupun dalam buku-buku sejarah yang beredar di lingkungan pendidikan. (Guruh Dimas Nugraha)