Tarif Pembunuh Bayaran di Sidoarjo Tergolong Tinggi

Selasa 05-07-2022,21:07 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

Bos rongsokan, Sabar, 37, tewas ditembak di Sidoarjo, Jatim, Senin, 27 Juni 2022. Pelaku inisial JO, 40, pembunuh bayaran Rp 100 juta. Pembayarnya E, buron. Tapi, belum dibayar, JO keburu ditangkap polisi pada Jumat (1/7).

PENEMBAKAN itu terjadi Senin malam, 27 Juni 2022, sekitar pukul 20.00 WIB, di rumah kontrakan sekaligus tempat usaha rongsokan milik Sabar di bawah flyover di sebelah barat Pasar Larangan, Sidoarjo, Jatim.

Kapolresta Sidoarjo Kombes Kusumo Wahyu Bintoro mengatakan, akibat dua tembakan itu, Sabar mengalami luka parah.

”Luka parah, di leher sebelah kiri tembus leher sebelah kanan. Kemudian, di lengan kiri tembus ke dada sebelah kiri,” ujarnya.

Setelah menjalani perawatan selama dua hari di RSUD Sidoarjo, Sabar akhirnya menyerah. Ia mengembuskan napas terakhir pada Rabu (29/6) malam, sekitar pukul 22.00 WIB. Ia dimakamkan di desanya, di Pasuruan, esoknya.

Kombes Wahyu menjelaskan motifnya. Berdasar hasil penyidikan, korban Sabar adalah saudara sepupu E. Pada sekitar lima tahun silam, Sabar menggoda istri E. Maka, E menyimpan dendam.

Awal Juni 2022 E menyuruh JO membunuh Sabar. Dijanjikan bayaran Rp 100 juta. JO Oke. Ia kemudian menyusun rencana. Termasuk menyiapkan senjata api (belum diketahui dari mana). 

Akhirnya pembunuhan dilaksanakan. Beberapa tembakan jarak dekat.

Setelah pembunuhan, JO menagih bayaran ke E. Tapi, masih dijanjikan. Sampai kemudian ia ditangkap polisi, di tempat persembunyiannya di Sokobanah, Sampang, Madura. Sementara itu, E masih diburu polisi.

JO dikenai pasal 40 KUHP pembunuhan berencana. Ancaman hukuman mati. Setidaknya 20 tahun penjara.

Tarif Rp 100 juta untuk pelaku tunggal pembunuh bayaran cukup tinggi. Di Amerika Serikat (AS) pada 2013 terungkap, tarif pembunuh bayaran pelaku tunggal di kisaran USD 5.000 (setara Rp 70 juta).

Dikutip dari New York Daily News, 13 September 2013, berjudul, U.S. soldiers accepting cash, drugs for Mexican drug cartel contract hits, seorang tentara Amerika Serikat disewa kelompok mafia narkoba Juarez di Meksiko dengan tarif USD 5.000.

Perintah dari Mafia Juarez kepada pembunuh (tidak disebut nama karena saat itu ia tentara aktif di sana) adalah membunuh seorang informan rahasia yang tinggal di AS.

Informan yang jadi target dianggap sangat mengganggu perdagangan narkoba kelompok Juarez. Gegara informan tersebut, banyak anggota kelompok Juarez yang ditangkap polisi narkoba Drug Enforcement Administration (DEA).

Perintah bunuh dilaksanakan pembunuh di El Paso, Texas. Dengan delapan tembakan jarak dekat. Tapi, pelaku kemudian ditangkap polisi.

Kalau pembunuh bayaran beregu, tarifnya jauh lebih tinggi. Dikutip dari media massa yang sama, pada tanggal tersebut, dua anggota militer dari Negara Bagian Colorado, AS, (tidak disebut nama) menerima kontrak bunuh dari kartel narkoba juga.

Dua tentara itu pasang tarif USD 50.000 (sekitar Rp 700 juta). Kartel narkoba Los Zetals sepakat membayar tarif tersebut. Kartel menugaskan pembunuh untuk membunuh informan juga.

Perintah dilaksanakan. Target mati ditembak. Namun, para pelaku tertangkap polisi. Dengan begitu, jaringan pembunuh bayaran di sana terungkap.

Mungkin, AS tidak sebanding dengan Indonesia soal tarif pembunuh bayaran. Yang dekat dengan Indonesia barangkali India.

Dikutip dari Daily Mail India, 11 April 2013, bertajuk, The Rs 5 crore contract killing of Bhardwaj shows murder is still big business in the Delhi and Mumbai underworlds, disebutkan:

Tarif pembunuh bayaran di India sekitar USD 35 (sekitar Rp 490 ribu) sampai USD 900 (sekitar Rp 12,6 juta). Itu data dari polisi India (Daily Mail India, 11 April 2013).

Polisi India kepada Daily Mail India mengatakan, mereka telah melihat hingga lima pembunuhan kontrak besar di Delhi selama empat dekade terakhir (sejak sebelum 11 April 2013).

Tapi, ada juga yang bertarif sangat tinggi. Pembunuhan dengan tarif tertinggi terjadi di New Delhi pada 2013, yakni seorang politikus dibunuh tim pembunuh bayaran.

Polisi melaporkan bahwa kontrak untuk membunuh politikus pria itu adalah USD 900.000 (sekitar Rp 12,6 miliar).

Polisi berhasil mengungkap kasus pembunuhan itu. Para pelaku ditangkap. Sehingga tarif pembunuh bayaran tersebut terungkap.

Jadi, tarif Rp 100 juta di Sidoarjo tergolong cukup tinggi. Meski ternyata, belum sempat dibayar oleh otak pembunuhan.

Pembunuh bayaran di AS dan India sudah menerima bayaran di muka atau sebelum eksekusi bunuh. Sedangkan di Indonesia umumnya dibayar belakangan atau setelah pembunuhan.

Di AS, pemberi perintah berani membayar di muka kepada eksekutor. Sebab, pemberi perintah adalah geng mafia narkoba. Dan, pembunuhnya paham, jika ia berbohong atau tidak melaksanakan tugas tapi menerima pembayaran di muka, pembunuhnya bisa dibunuh pembunuh lain.

Di kasus Sidoarjo, menurut keterangan istri Sabar bernama Wiwin, kepada wartawan, otak pembunuhan Sabar, inisial E, sudah lama meneror Sabar.

Wiwin: ”Mas Sabar dan ia (E) masih saudara sepupu. Mas Sabar sukses dalam politik dan bisnis. Pernah jadi Kades. Sedangkan E iri hati. Memfitnah seolah-olah Mas Sabar mengganggu istri pelaku.”

Kebenaran pernyataan Wiwin belum teruji. Sebab, E masih diburu polisi. Dan, seperti halnya JO selaku eksekutor pembunuh Sabar, E bakal dikenai pasal 340 KUHP pembunuhan berencana. Ancaman hukum mati. Atau penjara seumur hidup.

Pelaku pembunuhan tidak mungkin lolos dari kejaran polisi. (*)

Kategori :