Mengingat pendaftaran Citayam Fashion Week (CFW) dilakukan oleh pihak yang tidak berhak dan bukan pemilik merek CFW dan sepertinya menyerobot nama milik komunitas, boleh diakata pendaftaran ini menunjukkan iktikad tidak baik. Bila pendaftaran tetap dilakukan, ada cacat hukum. Lantas bagaimana menyikapinya?
Pasal 20 huruf a UU Merek mengatur alasan merek tidak dapat didaftarkan. Salah satunya, apabila bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum.
Yang dimaksud dengan ”bertentangan dengan ketertiban umum” adalah tidak sejalan dengan peraturan yang ada dalam masyarakat yang sifatnya menyeluruh seperti menyinggung perasaan masyarakat atau golongan, menyinggung kesopanan, atau etika umum masyarakat, dan menyinggung ketentraman masyarakat atau golongan.
Pendaftaran CFW oleh perorangan dapat menganggu ketertiban umum karena telah menimbulkan polemik dan gejolak dalam masyarakat. Ada kekhawatiran di masyarakat bahwa pendaftaran ini akan menyebabkan nama CFW dimonopoli pihak tertentu yang akan berdampak pada keberlangsungan CFW.
Ada keresahan bahwa pendaftaran merek akan menghilangkan hak dari masyarakat penggagasnya untuk menggunakan nama CFW dalam kegiatan kreatif di ajang calkwalk jalanan mereka.
Dengan didaftarkan CFW, tidak boleh lagi ada orang yang memakai CFW selain pemilik merek terdaftar, siapa pun yang menggunakan istilah CFW harus izin dan membayar royalti kepada pemegang merek.
Hal ini tentu tidak etis dan dapat mengganggu ketertiban umum. Apabila menimbulkan gejolak karena dianggap tidak adil dan tidak patut, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (DJKI) dapat menggunakan hal ini untuk menolak pendaftaran merek. CFW harus dilihat sebagai sesuatu yang tidak pantas diklaim oleh salah satu pihak.
Pendaftaran ini merupakan upaya tak patut, dilakukan oleh kalangan menengah atas, yang berusaha mengambil kreasi kalangan bawah. Sehingga viral istilah ”created by the poor, stolen by the rich.”
CFW awalnya tempat nongkrong yang dikreasi rakyat jelata, kini diperebutkan dan hendak diambil alih orang kaya yang memiliki sumber daya sosial dan ekonomi yang lebih besar.
Hal itu akan membuat komunitas remaja dari Citayam, Bojonggede, dan Depok yang memulai tren tersebut justru tersingkir atau sekurangnya hanya menjadi penonton atau penopang belaka, bukan lagi subjek utama arena.
Pendaftaran merek ini dianggap sebagai upaya terstruktur untuk mengambil alih keasyikan masyarakat kalangan bawah. Dengan nada satir yang merasa khawatir, melalui pendaftaran merek CFW, panggungnya rakyat kecil yang dibuat oleh rakyat kecil, direnggut oleh orang kaya.
CFW Merek Milik Umum?
Jika dalam pemeriksaan substantif ,terbukti bahwa nama CFW merupakan milik umum atau komunal, maka merek tersebut akan tidak dapat didaftar, sebagaimana diatur di dalam Pasal 20 huruf f UU Merek bahwa merek tidak dapat didaftar apabila merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.
Nama CFW digunakan sebelumnya oleh komunitas untuk nama kegiatan kreatif secara komunal. CFW merupakan kreasi yang tumbuh alamiah, yang sejak awal seharusnya tidak diklaim oleh perorangan. CFW merupakan fenomena sosial yang muncul dan dinikmati masyarakat luas.
CFW sudah jadi domain publik sehingga tidak semestinya perorangan yang mendaftarkan merek tersebut. Oleh karenaya, sebagian berpendapat bahwa semestinya nama CFW menjadi milik bersama karena tumbuh berkembang secara organik sehingga tidak perlu ada yang mengklaim.