Dalam pameran Bawah Sadar Peni Citrani Puspaning (Surabaya), Uzzaer Ruwaidah (Tuban), dan Sekartaji Suminto (Yogyakarta) memiliki motif-motif dalam berkarya yang berangkat dari alam bawah sadar masing-masing. Uzzaer mengangkat ketertarikannya pada tubuh manusia.
Untuk Bawah Sadar yang dipajang di dinding Miracle Prints Art Shop & Studio Yogyakarta, pengalaman individual memang sangat terasa dalam karya mereka. Itulah yang membawa ketiganya memasuki arena proses kerja kreatif yang mencuatkan ide-ide atau gagasan. Yang mengajak penikmatnya turut serta untuk tak hanya menikmati namun juga menimbulkan wacana tersendiri. Seperti dengan Peni yang berteman di Facebook, Syahrizal Pahlevi –owner Miracle- mengenal Uzzaer dan tahu bagaimana karya, kegiatan, pemikiran dan unek-unek Uzzaer yang tersampaikan.Uzzaer Ruwaidah di depan karyanya berjudul Kompilasi 2 yang ia mainkan dalam mix media. Di antaranya dengan gerabah, lidi, kain tulle, dan bata merah. ”Dari muatannya yang banyak pertanyaan dan gugatan, di mata saya Uzzaer itu cenderung ’ingin memaksa’ orang lain agar ikut menjawabnya. Saya bahkan menilai ia tipe pemberontak dan anti-kemapanan dan anti-stereotip,” kata Syahrizal. Dalam Bawah Sadar, tipe itu tertampak. Uzzaer yang mengangkat ketertarikannya pada tubuh manusia membawa Kontemplasi 1 (9 Lubang+1Lubang), Phallus (Kuhisap Habis 1-Kuhisap Habis 2), dan Kontemplasi 2, Uzzaer tertarik bermain media dengan gambar, lukisan, dan keramik sekaligus. Dalam pandangan Syahrizal, Uzzaer dengan kekuatan garis gambarnya yang garang berkontemplasi menelusuri riset artistiknya tentang tubuh manusia. Dalam sebuah seri gambar, Uzzaer menelusuri lekuk bagian intim wanita dan pria yang disajikan dengan teks-teks layaknya terdapat dalam buku-buku pelajaran biologi. Tapi ia tidak sedang menyalin informasi dalam buku biologi. ”Teks-teksnya adalah serangkaian uneg-uneg dan solilokui yang terang tanpa tedeng aling-aling. Cenderung provokatif. Dia sempat mempersoalkan di mana batas ’paparan yang vulgar’ dan tidak vulgar yang barangkali membuat kaum lelaki yang beraliran liberal pun akan cukup tersipu,” ungkap Syahrizal. Seperti pada Komtemplasi 1. Uniknya, penggambaran sembilan lubang pada area phallus dan satu lubang yang tak kasat mata yakni hati pada tubuh manusia itu tak serta merta memberikan nuansa tak senonoh. Juga tak sampai bermaksud memberikan penghakiman atas moralitas yang ada. Karya itu justru merepresentasikan bagaimana keterikatan jiwa manusia dengan akhlak berikut moralnya. Menurut Uzzaer, perkembangan jiwa manusia yang tergantung pada 9 lubang dan 1 lubang tak kasat mata memberi sedikit banyak gambaran perihal karakter dasar manusia dalam bahasan supremasi id yang menonjol. Sembilan lubang memiliki gairah serta orgasmenya sendiri. Pun merupakan gambaran keseimbangan alam melalui karakteristik Yin dan Yang. Inilah konsep yang lebih mengedepankan kesetaraan alih-alih rasa unggul satu dari yang lain. Sementara satu lubang yang tak kasat mata yang ditandai dengan hati, merupakan super ego yang mengambilalih fungsi ego sebagai pemandu dalam penggunaan sembilan lubang. Karakteristik dari kesepuluh lubang itu merepresentasikan bagaimana individu akan memilih jalan bagi kehidupan ke depannya. Bisa jadi ini semacam peringatan bagi Uzzaer sendiri. Meskipun tak menutup kemungkinan bahwa awam juga akan turut ambil bagian dalam persoalan banalitas moral.
Uzzaer Ruwaidah (kiri), saat pembukaan Bawah Sadar yang dibuka perupa dan dosen Dr Timbul Raharjo, M.Hum. Bersama Sekartaji Suminto dan Peni Citrani Puspaning. Dalam karya berjudul Phallus yang terdiri dari dua karya, Uzzaer menciptakannya saat ada fenomena kecemburuan Miss V kepada Mr P. Dia menjelaskan bahwa phallus tidak bergantung pada jenis kelamin. ”Masing-masing dari kita memiliki phallus sendiri dan masing-masing juga mempunyai daya. ”Bahkan Phallus merupakan gambaran dari potensi Ilahi,” katanya. Dalam Komtemplasi 2, Uzzaer yang mulai memainkan mix media. Di antaranya dengan gerabah, lidi, kain tulle, dan bata merah. Berkonsep sama dengan Kontemplasi 1, Uzzaer masih bicara tentang 9 lubang dan 1 lubang. ”Saya membuat 2 lubang pada mata, 2 lubang pada hidung, 1 lubang mulut, 1 lubang anus, 1 lubang kemaluan dan 2 lubang telinga. Dan 1 lubang lagi di dalam hati. Itulah yang tak kasat mata,” bebernya. Khusus satu lubang yang berbeda itu, Uzzaer mewujudkannya dengan lima tingkat lubang. ”Mulai dari yang terkecil (yang paling dalam) sampai ke lubang yang terbesar (yang paling luar),” ulasnya. Atas karya-karyanya itu, Peni punya analisis tentang karya rekannya itu. Dia mengurai tentang alam bawah sadar dalam psikoanalisa Sigmund Freud, yang terdiri dari tiga elemen. Di antaranya id yang merupakan insting paling purba manusia. Semua hal itu berhubungan dengan keberlangsungan hidup dititikberatkan pada pemenuhan hasrat paling primer.
Berkonsep sama dengan yang lainnya, Uzzaer Ruwaidah masih bicara tentang 9 lubang dan 1 lubang dalam Phallus. Freud berkata bahwa dalam penerapannya pada struktur kepribadian yakni id, ego, dan super-ego. Bagi Uzzaer, 9 lubang ini memiliki id, basic instinc, seks, dan agresi yang tak terkendali. Ke-9 lubang ini juga memiliki ego, prasadar, transisi dari id dan super ego. Melalui tempat dan fungsinya masing masing. Ke-9 lubang ini sekaligus memiliki super-ego yang menjadikannya bermoral sesuai dengan tempat dan fungsinya masing masing juga. Di sinilah bahwa satu lubang dalam hati (jiwa, tak kasat mata, penentu) berperan. ”Kalau dalam filosofi Jawa ada yang dikenal dengan istilah ngrekso babakan hawa sanga. Artinya menjaga sembilan lubang yang merupakan sumber hawa nafsu dengan akhlak dan budi pekerti luhur untuk menuju menjadi manusia,” terang Uzzaer. Ke-9 lubang ini mengeluarkan kotoran dan bau yang mampu mengundang lalat sebagai figur pengingat, yang bersifat privat dan rahasia berupa tudung saji di mana hanya baginya saja atau masing-masing dari kita yang sangat personal. ”Kesembilan dan satu lubang ini tidak bisa berdiri sendiri. Tetapi saling terkait antara satu dengan lainnya. Mereka bergerak dinamis menuju prosesnya yakni menjadi manusia yang berilmu, beradab, dan bermoral dengan satu lubang dalam hati sebagai penentunya,” pungkasnya. (Syahrizal-Peni)