Sepertinya dia merasa aneh ya ada perempuan berjilbab maju ke mimbar. Hehehe.
Saya memilih melihatmereka berdoa bersama. Menyanyikan pujian. Ada yang berlutut di lantai. Memanjatkan doa-doa.
Saat kami berjalan keluar, terlihat sesuatu di dinding St Stephen Cathedral. Gambar sebuah burung merpati terbang dalam kain berwarna biru dan kuning. Itulah bendera Ukraina. Ada tulisan STOP WAR.
Sebenarnya ada lagi tempat wajib dikunjungi di Wina. Tapi sudah waktunya makan siang. Saatnya berburu kuliner Wina. Seorang kawan memberi rekomendasi. Ada apfel strudel atau strudel apel, sachertorte, schnitzel, dan kaiserschmarr.
Bercengkerama dengan dua keluarga Indonesia di Austria, Mbak Mesa dan Mbak Atin.
”Kalau beli schnitzel ada di warung Turki, India, atau Persia. Apfel Strudel pilih yang enggak pake rosinen atau kismis. Biasanya kismisnya direndam rum,” ujar Mesa Dewi, kawan saya. Dia memastikan saya mendapat yang halal.
Atas arahan dia, saya mendatangi Aida Kafee and Konditeer terdekat. Memesan strudel apel dan sachertorte. Cukuplah menjajal dua kue traditional Viennese itu.
Kami pesan strudel apel spesial dengan krim kocok. Harganya 6,4 euro. Di sini bisa pakai whipped cream, es krim, atau strudel keju. "”Kami membikin sendiri adonannya,” kata petugas kafe.
Dibandingksn spel strudel yang pernah kami makan dari Malang, di sini lebih terasa apelnya. Kecut dengan kulit berlapis yang empuk. Sachertorte seperti bolu cokelat. Tapi, manisnya tidak berlebihan.
Tram yang kami naiki selama jalan-jalan di Austria. Yang ini membuat kami terkejut karena saat kami ke Belvedere Palace, tramnya serasa ada bendera merah putih tergantung.
Setelah kenyang, kami menunggu tram D. Uniknya, tram itu seperti menggantung bendera Indonesia. Rupanya bendera Austria yang merah putih merah itu, bagian merah di bawahnya memudar. Tinggal merah dan putih. Tiba-tiba saya sentimental ingat tanah air.
Turun tram, kami sampai di Belvedere Palace. Istana yang ini lebih terang. Belvedere berwarna krem dengan atap hijau. Dulu istana itu merupakan rumah summer Pangeran Eugene dari Savoy. Ada sebuah kolam luas tepat di depan istana.
Wajah Belvedere Palace. Dulu ini istana atau rumah summer Pangeran Eugene dari Savoy. Ada sebuah kolam luas tepat di depan istana.
Kami sendiri agak kepanasan sehingga mencari tempat teduh. Yakni di gerbang luar. Ada ornamen dua singa sedang menjaga mahkota.
Setelah berkeliling, saatnya menemui kawan saya. Kami berkunjung ke rumah Mbak Mesa. Di sana ada juga keluarga Mbak Atin. Mereka yang saya kenal lewat komunitas Ibu Profesional, menjamu kami. ”Tak heran kan Wina dinobatkan sebagai kota paling layak huni di dunia,” ujar Mbak Mesa.
Yes. Itu saya benarkan. Wina memang bikin nyaman siapa pun. (Oleh Munir Al Shine; ibu dua anak, diaspora Indonesia yang tinggal di Estonia)