SURABAYA, HARIAN DISWAY- MEDIA SOSIAL menjadi tempat utama ujaran kebencian dilakukan. Bahkan, tak sedikit Hal serupa terjadi di pergaulan sehari-hari. Apalagi, mendekati momen politik. itu pasti akan sering terjadi.
Jika hal teresbut terus terjadi, dampaknya pada kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. Karena itu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengajak akademisi dan praktisi komunikasi untuk turut memerangi ujaran kebencian. Juga, perundungan yang makin parah.
Menurutnyi, fenomena ujaran kebencian dan perundungan sudah menjadi tren global di seluruh dunia. Bahkan, terus mengalami peningkatan kasus. Kemajuan teknologi yang sangat pesat, termasuk media sosial, menjadi salah satu pemicunya.
Sebab, dengan perkembangan media sosial (medsos) sekarang ini, oknum tersebut makin mudah dalam menyebarkan informasi negatif. Termasuk penyebar berita hoaks yang mengandung ujaran kebencian, perundungan, dan penghinaan kepada orang lain.
”Yang perlu dikhawatirkan dalam konteks ujaran kebencian ini adalah dampaknya. Masyarakat rentan termakan isu-isu yang bisa menimbulkan kekerasan, perpecahan, dan konflik,” kata Khofifah saat pelantikan Pengurus Pusat Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi (Aspikom) periode 2022–2025.
Sedangkan dalam kasus perundungan, akan muncul tekanan sosial, stres, dan trauma. Tak sedikit korban bullying yang berujung bunuh diri. Bahkan, korban bullying itu tidak juga berpotensi menjadi pembunuh.
Khofifah melihat, ujaran kebencian yang banyak bertebaran di medsos sangat bertolak belakang dengan konsep kesantunan berbahasa. Sama halnya dengan etika berkomunikasi. Kebebasan di medsos menjadi penyebab individu tidak merasa takut.
Termasuk ketika mereka melakukan ujaran kebencian di postingan atau berita. Walau sebenarnya, sudah ada UU ITE yang mengawasi tindakan mereka. Anonimitas yang disediakan platform media sosial juga menyebabkan banyak orang merasa aman saat melakukan aksi tersebut.
”Tidak sedikit yang menghujat, menghina, dan mencaci maki berdalih sebagai bentuk kritik. Parahnya lagi, komentar negatif tersebut dilakukan demi mendapatkan like, terlihat keren, atau mengikuti tren tanpa mengetahui apa yang terjadi dan inti permasalahannya,” ucapnyi.
Karena itu, mantan menteri sosial tersebut mengajak semua elemen untuk memerangi ujaran kebencian dan perundungan. Masyarakat harus terus diedukasi bagaimana cara menggunakan medsos dengan bijak.
Termasuk bagaimana cara bersosialisasi dan berkomunikasi dengan individu dan kelompok lain. Dengan demikian, potensi konflik bisa diredam. Selain itu, tambah Khofifah, literasi digital masyarakat perlu ditingkatkan agar tidak tersandung UU ITE.
”Literasi digital bukan sebatas kemampuan untuk mengoperasikan suatu teknologi pada kehidupan sehari-hari. Tetapi, para pengguna juga dituntut untuk bisa bertanggung jawab ketika menggunakannya,” tuturnyi.
Bukan berarti masyarakat tak lagi bebas untuk berpendapat atau berekspresi. Hanya, perlu ada batasan-batasan untuk bebas mengeluarkan pendapatnya.
”Keterlibatan akademisi dan praktisi komunikasi dapat meningkatkan toleransi dan moderasi. Pada akhirnya, akan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. (*)