Konferensi Bandung-Belgrade-Havana untuk Perdamaian dan Solidaritas

Sabtu 12-11-2022,19:33 WIB
Reporter : Michael Fredy Yacob
Editor : Salman Muhiddin

INDONESIA menjadi tuan rumah konferensi internasional Bandung-Belgrade-Havana (BBH). Pelaksanaannya tujuh hari, mulai 7 November. Acara itu adalah rangkaian menyambut konferensi tingkat tinggi (KTT) Group of Twenty (G20).

Inisiator dan koordinator BBH Darwis Khudori mengatakan, BBH itu sebenarnya satu rangkaian. Sebab, konferensi Belgrade dan Havana merupakan turunan dari KTT Asia-Afrika (Konferensi Bandung).

“Ketiganya itu mempunyai idealisme yang sama. Yaitu mengakhiri kolonialisme. Menciptakan perdamaian sosial. Untuk menuju kemakmuran bersama,” kata Darwis, di gedung ASEEC Universitas Airlangga (Unair), Sabtu 12 November 2022.

Ada lima semangat KTT Asia-Afrika. Di antaranya: damai, freedom, persamaan hak, solidaritas, dan emansipasi. “Itu semua pesan dari Konferensi Bandung. Pesan itu akhirnya dikembangkan menjadi gerakan non-blok,” jelasnya.

Ada dua sayap dari gerakan itu. Pertama, radikal yang dipimpin Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno. Gerakan itu menginginkan agar kolonialisme diberantas dengan segera. Lalu, gerakan itu dikembangkan oleh Fidel Castro menjadi konferensi Havana (1966).

Setelah itu, gerakan moderat yang berfokus menciptakan perdamaian dunia. Gerakan itu dipimpin oleh Jawaharlal Nehru dari India. “Ini yang saya ingin memperkenalkan itu ke masyarakat Indonesia,” terangnya.

Konferensi internasional memperingati KTT Asia Afrika kali pertama dilakukan 2005. “Seharusnya dilakukan lagi 2020. Tapi karena Covid-19, sehingga dilakukan sekarang. Itulah peringatan KAA ke-66 tahun (2020), Belgrade ke-60 (2021), dan Havana ke-55,” tambahnya.

Ditambah lagi, pada 2022 Indonesia adalah tuan rumah G20. Sehingga, mereka lakukan itu sebagai rangkaian sebelum konferensi G20 pada 15 November 2022 nanti. “Kami nanti akan berakhir pada 14 November di Bali,” ungkapnya.

BBH itu seharusnya diikuti oleh 150 peserta. Hanya saja, hanya 50 persen yang akhirnya bisa datang secara offline. Konferensi Internasional BBH itu, dimulai dari Bandung. Lalu, peserta mengunjungi makam Soekarno di Blitar lantas ke Surabaya.

Ketua Konferensi BBH dari Unair Lina Puryanti menambahkan, konferensi itu dilakukan untuk bekerja sama dalam menghadapi berbagai tantangan. Mulai kekerasan, konflik dan radikalisme di masyarakat.

“Termasuk melindungi dan menghormati hak masyarakat. Konferensi BBH adalah salah satu upaya untuk mengantisipasi tantangan-tantangan tersebut,” ungkapnyi.

Penyelenggaraan acara ini tidak lepas dari ide diskusi ketika Unair menjadi salah satu panitia The Rise of Asia, sebuah seri konferensi di Prancis. Bersama panitia lain dari Jakarta, Bandung, dan Bali, Unair sepakat untuk menyelenggarakan conference series di Indonesia.

“Konferensi BBH mendorong partisipasi para scholars dari berbagai disiplin ilmu. Mulai studi budaya, ekologi, ekonomi, geografi, sejarah, humaniora, bahasa, hingga manajemen. Konferensi ini juga dihadiri praktisi dari berbagai bidang professional dengan peserta di berbagai wilayah geografis, seperti Afrika, Amerika Utara dan Selatan, Australia, Asia, dan Eropa,” lanjut Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Budaya UNAIR tersebut.

Dalam kegiatan itu, Universitas Airlangga berusaha menyiapkan wacana yang seimbang bagi masyarakat global.

Diskusi yang tercipta dalam BBH itu tidak akan erhenti sebagai final statement di ruang konferensi. Melainkan, menjadi rekomendasi bagi pemerintah Indonesia, negara-negara GNB, dan negara-negara BRICS pada KTT G20.

Sementara itu, anggota DPR RI M Farhan melihat, konferensi BBH itu merupakan semangat perguruan tinggi di Indonesia. Juga, menjadi wadah kebebasan berpikir bagi para ilmuwan dari penjuru dunia.

“Pada akhirnya, kampus ini menjadi ruang bagi mereka berinteraksi untuk menuangkan pemikiran kritis dalam ruang akademis. Ini tentu menjamin kebebasan pemikiran akademis yang pastinya dijaga dalam kegiatan demokrasi di Indonesia,” terangnya. (Michael Fredy Yacob)

 

 

 

Kategori :