INGATAN pribadi yang abadi tentang waktu Louis van Gaal di Manchester United adalah melihatnya memberi tahu Wayne Rooney bagaimana mengambil penalti.
Saat itu musim panas 2014. Tim asuhan Van Gaal berlatih di Lapangan FedEx Washington menjelang pertandingan persahabatan melawan Inter Milan.
Van Gaal adalah manajer baru. Rooney juga begitu. Ia kapten baru Setan Merah, julukan United. Sekalipun berstatus kapten, realitas itu tidak menghentikan orang Belanda yang hebat menghentikan sesi latihan penalti. Tak disangka, Van Gaal merapat. Ia memegang bahu Rooney dan membimbingnya melalui teknik yang ia yakini akan bekerja paling baik.
Rooney sempat terperangah. Sekilas ia berdiri mematung di tengah teriknya musim panas Amerika Serikat. Rooney sedang dalam perjalanan untuk menjadi pencetak gol terbanyak Inggris. Usianya mendukung. Umurnya 28 tahun. Boleh dibilang Rooney berada di puncak kekuatannya yang luar biasa sebagai seorang pria Inggris tulen.
Tapi, ini adalah Van Gaal lho. Ia tipe manajer mikro pemain yang secara teratur menghentikan pelajaran pelatihan United hanya untuk memindahkan pemain satu atau dua yard ke arah lain.
Seiring waktu di United, terlepas dari rekor dan reputasi Van Gaal, metodenya tidak ternyata tidak berhasil. Mengapa? Pemain Liga Premier modern membutuhkan sejumlah kebebasan dan kepercayaan untuk bermain sesuai potensinya.
Saat mantra Van Gaal di Old Trafford berlalu, timnya bermain dengan semua insting dan aliran bidak di papan catur.
Sekarang, di Qatar, tim Belanda Van Gaal terlihat seperti versi United yang dipimpin pria berusia 71 tahun itu. Selama itu pula, siapa pun merasa frustrasi. Praktis tidak ada hal tertentu yang membangkitkan inspirasi. Tidak ada yang melakukan lebih banyak untuk permainan di tanah airnya dan bahkan di Eropa selain Van Gaal.
Sebetulnya, Van Gaal itu seorang inovator sejati. Saat ini ia bertanggung jawab atas tim nasionalnya untuk periode ketiga. Datang. Pergi. Kemudian, ia datang lagi.
Namun, waktu terus berjalan dan bahkan yang terbaik pun tertinggal. Di Piala Dunia ini, Belanda berjuang untuk meraih kemenangan akhir atas Senegal dan bermain imbang 1-1 dengan Ekuador dalam pertandingan yang membuat mereka menjadi yang terbaik kedua.
Tim-tim Belanda terbaik yang kami saksikan selama bertahun-tahun selalu bermain sedikit spontan. Mereka selalu pintar dan mudah beradaptasi.
Pasukan Van Gaal saat ini tidak terlihat seperti itu. Versi tersebut terlihat terlalu dilatih dan mengecewakan. Ibarat pohon. Gersang dan mengering. Tidak ada oase akar yang bisa meembuat mereka enak ditonton. Mereka tidak terlihat seperti tim yang mampu melangkah terlalu jauh dalam kompetisi ini.
Selalu menyenangkan melihat Van Gaal dari dekat. Ia tetap menjadi salah satu yang terbaik. Ketika ia berbicara tentang sepak bola, adalah bijaksana untuk memastikan Anda mendengarkannya.
Tapi, Van Gaal tampak seperti pemain kemarin saat ia berjuang untuk beradaptasi dengan Liga Premier delapan tahun lalu. Di Piala Dunia ini hanya ada sedikit bukti yang berubah.
Ada peluang besar Belanda bisa melawan Inggris di babak 16 besar. Fans Inggris tentu saja bersukaria. Mereka ingin Belanda cepat-cepat angkat koper dari Qatar. Masalahnya, Inggris juga tidak seberapa meyakinkan